Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Puasa yang Memerdekakan

Oleh: Dahnil Anzar

Pesan paling mendasar dari puasa adalah imsak, yakni menahan diri. Islam memberikan momentum yang konstruktif, melalui praktik puasa. Sehingga, terbentuk sebuah habitus, seorang Muslim yang mampu mengendalikan diri dari penguasaan nafsu, output yang diharapkan dari momentum konstruktif puasa adalah takwa, laalakum tattakkun (2: 183).

Takwa bermakna melaksanakan semua perintah-perintah Allah SWT dan menjauhkan diri dari larangan Allah SWT, baik yang eskplisit dijelaskan dalam Alquran dan As-sunah, maupun yang implisit. Praktik yang paling dzahir dari puasa, memang menahan diri dari makan, minum, bersenggama pada siang hari bagi suami-istri, maupun perbuatan-perbuatan lain yang dilarang Allah SWT. Menahan diri tersebut seolah menghilangkan kemerdekaan seseorang untuk melakukan sesuatu, tetapi substansi merdeka bagi Islam adalah mampu membebaskan diri dari “kendali nafsu”, dan mampu “mengendalikan nafsu”, bukan justru “pembebasan tanpa batas” melalui laku yang merugikan dan mengganggu harmonisasi kehidupan, dan bagi rasul, mengendalikan nafsu adalah perang besar menuju kemerdekaan sejati.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Larangan makan, minum, dan perbuatan lainnya yang sejatinya halal namun dilarang dilakukan di siang hari, merupakan instrumen, bagaimana Allah SWT melatih orang beriman untuk mengendalikan nafsunya, memerdekakan diri dari “kendali nafsu” pada saat berpuasa maupun ketika tidak lagi berpuasa pada malam hari, dan pada hari-hari berikutnya, di luar bulan Ramadan. Dengan harapan, mampu menjadi orang yang bertakwa, orang yang hanya menghambakan dirinya kepada Allah SWT bersamaan dengan kepatuhan terhadap nilai-nilai yang diajarkan di dalam Alquran dan sunah Rasullulah SAW.

Sahabat, mari kita segarkan kembali ingatan kita, ketika proklamasi kemerdekaan RI dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Semangat membebaskan bangsa ini dari kendali penjajah, saat itu begitu kuat. Semangat kemerdekaan tersebut, tentulah diinspirasi oleh semangat merdeka yang juga dimiliki oleh para pejuang kemerdekaan, Bung Karno dan Bung Hatta serta para pejuang kemerdekaan yang lain, merupakan pribadi yang tidak sudi menghambakan dirinya kepada penjajah, dan tak sudi menghambakan dirinya kepada harta benda yang menggadaikan negara dan martabat bangsa, maka pilihan mereka adalah “merdeka” dan melawan apa dan siapa saja yang menghalangi kemerdekaan tersebut. Kemauan kuat untuk merdeka, setidaknya terinspirasi dari nilai-nilai puasa Ramadan yang memerdekakan hamba dari kendali nafsu, sehingga menjadi kekuatan dahsyat untuk mempertahankan dan mewujudkan kemerdekaan.

       Ramadan kali ini sangat istimewa, karena momentum yang tepat bagi Indonesia untuk kembali memaknai “puasa yang memerdekakan”, sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945, kita memang berhasil menang dalam perang kecil, revolusi kemerdekaan, namun kita gagal menang dalam perang besar yakni melawan “nafsu”, sehingga kita tidak pernah merdeka dari korupsi, nepotisme, kolusi, kemiskinan, kebodohan, dan penjajahan ekonomi oleh asing, serta penguasa rakus dan eksploitatif merampok hak rakyat. Pribadi-pribadi rakus yang menjadi budak nafsu terus menggerogoti hak rakyat, menjadi hamba nafsu yang mengabaikan kepentingan rakyat. Kebanyakan rakyat tidak paham mereka dirampok karena silau dengan tampilan dan kata manis pencitraan sehingga mereka tidak pernah merdeka untuk menentukan sikap, karena tidak pernah bebas dari keterbelakangan intelektual dan ekonomi.

       Momentum Ramadan kali ini harus mampu kita maknai lebih substantif, agar puasa kita tahun ini mampu mengajari kita untuk menahan diri dari perilaku rakus yang mendorong kita untuk melakukan korupsi dan kolusi, serta mampu mengajari kita untuk merdeka menyampaikan amar makruf nahi munkar tanpa takut. Siapa pun diri kita; pejabat, dosen, karyawan, ulama, mahasiswa, maupun rakyat biasa, harus mampu memetik hikmah puasa yang memerdekaan diri dari kendali nafsu tersebut, bukan sekadar melaksanakan seremoni puasa, sebagai rutinitas yang sekadar lewat, tanpa bekas dan tidak menghasilkan perubahan pikir dan laku.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

       Akhirnya, kemerdekaan yang hakiki harus kita raih sebagai individu dan bangsa. Konstelasi inilah yang menjadi argumentasi kuat untuk menjadikan momentum Ramadan tahun ini sebagai “puasa yang memerdekakan”. Semoga. Nasrun minallah wa fathun qorib.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

CATATAN KHAS KMA

NEGARA ini tidak begitu populer. Apalagi mau disandingkan dengan Amerika. Atau Jerman tetangganya. Saya hanya mengerti dua hal dari negara ini. Satunya Pakta Warsawa,...

Hukum & Kriminal

Bima, Bimakini.com.- Dalam rangka Meningkatkan Pemahaman Keselamatan Berlalu Lintas,  Kamis (28/10/2015), Dinas Perhubungan bersama PT. Jasa Raharja Persero Bima  mengadakan acara sosialisasi Undang –...

Politik

Kota Bima, Bimakini.com.- Ini peringatan awal  bagi   Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memaksa diri terlibat kegiatan politik praktis. Panitia Pengawas Pemilihan Bupati dan Wakil...

Hukum & Kriminal

Bima, Bimakini.com.- Setelah warga Desa Kalampa Kecamatan Woha,  TF, kini giliran IH ditangkap anggota Buru Sergap (Buser) Polres Bima Kabupaten. Penangkapan dilakukan Minggu sore...

Peristiwa

Bima, Bimakini.com.- Kritik disampaikan oleh Komandan Brigade Masjid Kabupaten Bima, Burhanuddin, SP terhadap cap yang selama ini dilekatkan pada daerah Bima mengenai ‘kawasan teroris’....