Kota Bima, Bimakini.com.- Budaya radikalisme dan terorisme bukanlah keberlanjutan dari gerakan Islam Politik. Sebab, dalam Islam itu tidak pernah mengenal istilah terorisme, sehingga kemunculannya menjadi wacana yang sering dilontarkan sebagai bagian dari upaya propaganda menghancurkan Islam.
Demikian pandangan akedimisi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Mbojo Bima, Syarif Ahmad, M.Si, saat diskusi publik yang dihelat Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bima, Senin (27/8), di hotel Parewa Kota Bima.
Semua gerakan fundamentalisme radikal, papar Syarif, bersifat literalis saat menafsirkan Kitab Suci dan memandang pembacaan kritis dan penafsiran bebas (hermeneutika) terhadap teks-teks keagamaan sebagai kesesatan. Setiap kelompok radikalis, dari kalangan Yahudi, Kristen, maupun Islam, berakar dari ketakutan besar terhadap pemusnahan kepercayaan, bahwa tatanan yang liberal dan sekuler ingin menyingkirkan agama yang mereka yakini benar.
Menurutnya, jika radikalisme diposisikan sebagai akar dari terorisme sebagaimana cara pandang para pakar, maka terpeleset dalam agitasi murahan. Sebab, logika akar dalam teori filsafat yang diajukan seperti ditulis Hendropriyono, haruslah bersenyawa dengan tanah yang subur.
“Semangat untuk menegakkan syariah Islam di Indonesia sebagai ciri isu kaum radikalis, tidak akan pernah padam. Semangat ini masih akan terus menyala selama sistem politik yang dikembangkan, yaitu demokrasi liberal seperti sekarang ini tidak dapat memberikan jawaban atas tuntutan kebutuhan-kebutuhan mendasar warga Negara,” terang Syarif.
Katanya, kekecewaan dan keluhan mendasar di dunia Islam dan para Islamis adalah kondisi saat ini, yaitu intervensi Barat, ketidakadilan, hegemoni politik, dan ekonomi kelompok tertentu, tatanan politik global yang tidak adil, serta dominasi politik kelompok elit dan kemiskinan yang membudaya.
Membicarakan tentang budaya pemberantasan radikalisme dan terorisme, lanjutnya, sejatinya problema kemasyarakatan itu harus disingkirkan. Karena ideologi radikalisme, apalagi sampai pada gerakan terorisme tidak akan laku lagi ditawarkan kepada umat.
Katanya, radikalisme secara ideologi akan terus bersenyawa dengan kondisi faktual suatu masyarakat untuk membentuk pola gerakan baru politik keagamaan. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.