Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Diskusi Publik PMII Simpulkan tidak Ada Terorisme di Bima

Kota Bima, Bimeks.- Isu terorisme yang sempat mencuat beberapa waktu lalu di wilayah Bima, dibahas khusus pada acara halalbihalal dan diskusi tentang rekonstruksi nilai dakwah Islam Rahmatan Lil Alamin, Ikhtiar Pencegahan Terorisme di NTB. Diskusi itu dilaksanakan  Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bima di hotel Parewa Kota Bima, Senin (27/8).

Dari empat pembicara yang dihadirkan, Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kabupaten Bima, H. Abdurrahim Haris, MA, Kepala Bakesbanglinmaspol Kabupaten Bima, Drs. Syafruddin, akademisi  Syarif Ahmad, M.Si dan Ketua DPD Hizbut Tahrir (HTI) Kota Bima, Muhammmad Ayyubi menyimpulkan, tidak ada terorisme di Bima.

Meskipun sebelumnya, kasus terorisme sempat mencuat ke permukaan dengan munculnya kasus Ponpes Umar bin Khatab (UBK), Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima. Hingga pimpinan pondok setempat Ustadz Abrori bersama sejumlah tenaga pengajar dicap sebagai teroris dan dijatuhi hukuman oleh Pengadilan.

           Ketua MUI Kabupaten Bima, H. Abdurrahim Haris, MA, ketika menanggapi pertanyaan dari peserta, benarkah ada terorisme di Bima dan apa indikatornya,  justru mengaku bingung, apalagi dikaitkan dengan kasus UBK. “Secara umum, Islam tidak mengenal istilah terorisme. Istilah itu hanya plesetan yang ditafsirkan untuk kepentingan tertentu,’’ jelasnya.

          Seperti ketika mencuat kasus UBK, katanya, dia bingung benarkah ponpes  tersebut disebut kelompok teroris. Pasalnya, saat itu MUI bersama beberapa Ormas Islam lain diminta oleh Kapolda NTB untuk memfasilitasi, menemui pimpinan Ponpes UBK. Agar Polisi bisa masuk, padahal saat itu ada sekitar 700 personel Polisi sudah mengepung Ponpes tersebut.

     “Sepengetahuan saya di Ponpes itu hanya ada sekitar 70 santri bersama sejumlah tenaga pengajar. Ketika kita masuk Ponpes, orang pertama yang kita temui di sekitar lokasi adalah wartawan. Sedangkan di Ponpes sendiri, sudah tidak seorangpun santri maupun tenaga pengajar,’’ ceritanya.

          Ketika ditanyakan, benarkah di Bima ada terorisme, Ketua MUI justru mengaku bingung. Karena sulit melihat, indikator apa mereka hingga dicap sebagai teroris. ‘’Kalau dikaitkan dengan soal pelatihan, saya yakin setiap Ponpes ada, tetapi hanya sebatas pelatihan seperti beladiri dan lainnya itu kan biasa. Tapi, apa itu cukup jadi alasan mereka di sebut teroris,’’ tanyanya.

          Bahkan, Gubernur NTB pun saat itu sempat menyatakan NTB sebagai daerah pelatihan dan ujicoba terorisme. Dengan gambaran dan kondisi di lapangan itu, mantan anggota DPRD Kabupaten Bima dari PBB ini berkesimpulan di Bima tidak ada terorisme.

          Pembicara lainnya, Syarif Ahmad M,Si mengaku, munculnya kelompok radikalisme di beberapa tempat di Indonesia, sebagai respons antitesis dari perkembangan dunia. Karena di Barat saat ini, musuh mereka yang terbesar adalah Islam dan Konghucu. “Apa yang terjadi di UBK, bukan apa-apa. Tapi yang dimunculkan dalam media massa justru terorisme. Saya sendiri turun ke lapangan, dan ternyata tidak ada apa-apa di sana,’’ katanya.

     Ketua Hizbut Tahrir Bima, Muhammad Ayyubi mengaku, akar terorisme tidak lepas dari isu besar yang dihebohkan dunia, pascaperistiwa runtuhnya gedung WTC tahun 2001 lalu. Saat itu AS dan sekutunya menabuh genderang perang terhadap terorisme. Dengan melululantahkan Irak, Afganistan, dan Pakitan.

     Di Indonesia, ungkapnya, momentum perang terhadap terorisme muncul pasca peristiwa Bom Bali satu. Makin hari terus membesar dengan istilah deradikalisme. ’Berangkat dari peristiwa itu, menerbitkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, tentang teroris yang kemudian menjadi payung hukum terbentuknya Detasemen Khusus 88, kemudian Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010, sebagai payung hukum pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tentang ’’ paparnya.

          Indonesia menjadi pusat proyek deradikalisasi, lanjutnya, menyusul terbentuknyanya BNPT dan Densus 88. Strategi yang digunakan berupa hard power (penegakan hukum dengan keras) dan soft power. Sasarannya umat Islam, Ormas Islam, kelompok-kelompok radikal, santri, masyarakat umum dan kombatan (orang-orang yang ikut pelatihan militer dari negara lain). (BE.20)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.- Dit Binmas Polda NTB menggelar kegiatan sosialisasi dengan tema “Bahaya Faham Intoleransi, Radikalisme, Terorisme, dan Faham Anti Pancasila.” Acara ini diadakan...

CATATAN KHAS KMA

  ‘’SAYA mau tes daya ingat pak KMA,’’ katanya kepada saya suatu waktu. KMA itu, singkatan nama saya. Belakangan, semakin banyak kawan yang memanggil...

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.- Detasemen khusus (Densus) 88 mengamankan tiga warga Kelurahan Penatoi, Kota Bima, terkait dugaan terorisme, Minggu (19/06/2022). Penangkapan sekitar  Pukul 09 30...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wilayah NTB dan Pemerintah Kabupaten Bima membahas Pembangunan Kawasan Terpadu Nusantara (KTN), Senin (31/1/2022). Pembahasan dilakikan Kepala...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Gerimis  tidak menghalangi semangat Suhail, salah satu eks Napiter menjajakkan dagangannya siang menjelang sore hari itu. Terlebih setelah lima tahun silam, ia...