Kota Bima, Bimakini.com.-
Dalam era otonomi daerah, setiap Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia, harus siap dan berani berkompetisi memajukan wilayahnya melalui standar kemampuan menggali potensi sumber daya manusia (SDM) dan sumberdaya aam (SDA) yang dimiliki. Jika tidak?
Dosen Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Dr. Mujahidin Fahmi, MT. Dev, mengingatkan jika mengabaikan maka daerah itu akan tertinggal jauh dari daerah lain. Apalagi, jika daerah itu hanya mengandalkan APBD yang sebagian besar dihabiskan untuk belanja rutin aparatur, hanya sebagian kecil saja yang bisa dinikmati masyarakat.
Oleh karena itu, katanya, Bupati, Wali Kota, dan Gubernur harus berani mengambil kebijakan yang bisa memajukan daerahnya dengan menggandeng investor, seperti di Kabupaten Bima mengenai eksploitasi pertambangan emas, sedangkan di Kota Bima marmer. Namun, yang perlu diperhatikan hendaknya menguasai persoalan pertambangan dan tidak alegri membuka dialog dengan mahasiswa dan masyarakat.
“Persoalan muncul ketika publik tersesat pikirannya akibat kurang memahami persoalan. Padahal, kewajiban pemerintah untuk menjelaskan setiap kebijakan publik,” ujarnya di Kelurahan Dodu Kota Bima, Senin (24/9).
Konseptor disain pengembangan ekonomi dan pembangunan Gubernur Makassar ini menegaskan, tersumbatnya dialog menyebabkan mahasiswa kerap turun ke jalanan. Padahal, mahasiswa itu adalah orang-orang yang rasional. Jika kebijakan itu menjunjung tinggi asas transparansi dan akuntabilitas maka segala yang berkaitan dengan kebijakan itu bisa dipaparkan dan didiskusikan.
Dia mencontohkan, eksploitasi tambang marmer, Pemerintah Daerah wajib menjelaskan untuk apa dilakukan, jika diolah maka hasilnya seperti apa. Apakah dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga harus berani membuka data yang sesungguhnya, berapa tenaga kerja dan berapa jumlah pengangguran yang bisa diselesaikan dengan eksploitasi tambang itu. Berapa jalan yang dibuka dan berapa lama eksploitasi dilakukan.
“Jadi Pemerintah Daerah harus memiliki pemahaman yang benar mengenai eksploitasi dengan kalkulasi yang jelas dan tepat,” katanya.
Dalam beberapa kali pertemuan dengan Kepala Daerah di Jakarta, dia mengaku selalu menyampaikan bahwa mereka harus memahami itu karena kalau tidak memahami, maka Pemerintah Daerah tidak memiliki bahan untuk diskusi dan jelas tidak berani ngomong. Sebab dialog itu penting agar Pemerintah tidak berkali-kali menjelaskan persoalan yang sama.
Namun, katanya, kalau mereka faham akan senantiasa berada di tengah kepentingan investor dan kepentingan publik. Jika itu yang dilakukan maka pemerintah daerah akan berani menjelaskan kebijakannya.
Dia menjelaskan detail mengenai kalkulasinya dan tidak takut dicek kebenarannya. Bahkan, kalau data yang dipaparkan dianggap salah masih didiskusikan kembali. Jika dua ditambah dua hasilnya empat dan bila ada mahasiswa berpendapat lain dua kali dua adalah enam, maka bisa digugat dari mana logikanya.
“Selama ini kita pantau Kepala Daerah tidak terbiasa dengan budaya dialog, sehingga mahasiswa dan masyarakat jalan sendiri dan berspekulasi terhadap sebuah persoalan. Ini yang berbahaya,” katanya.
Kehadiran investor itu, katanya, penting dan langka sebab daerah lain juga bersaing untuk mendatangkan investor. Sekali mereka tidak percaya, maka jangan harap mereka akan kembali. Bahkan, akan berpikir seribu kali untuk menanamkan modal di daerah itu. Kondisi itu suatu kerugian dan jadilah daerah itu miskin dan selalu bergantung pada daerah lain. (BE.13)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
