Akhirnya, Wali Kota Bima, HM. Qurais, memilih Syafrudin HM. Dilli sebagai Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kota Bima menggantikan HM. Jafar H. Abbas yang memasuki masa pensiun. Pelantikan pria kalem itu dilakukan Senin (17/9) bersama belasan pejabat pendidikan lainnya. ‘Angle’ Syafrudin menarik dicermati, karena sebelumnya sempat muncul dinamika yang menandai proses seleksi.
Di antara dua calon lainnya, Anwar dan Bunyamin, hanya Syafrudin yang belum menempuh pendidikan strata dua. Namun, dia punya “kelebihan”, senioritas di sekolah sete
mpat dan posisinya sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum—suatu level yang mengisyaratkan proses penyiapannya memimpin sekolah itu.
Dilihat dari dinamika dan lalulintas aspirasi selama proses seleksi, sejumlah pihak meminta agar mengikuti aturan yang berlaku, apalagi SMAN 1 Kota Bima adalah Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Aspirasi itu wajar-wajar saja. Sudahkah ditaati oleh mereka yang menyeleksi dan menetapkannya? Inilah yang sempat dipertanyakan sejumlah pihak. Wali Kota Bima punya hak penuh memilih figur, namun akan semakin paripurna jika menjelaskan berbagai dasar pemilihan Syafrudin kepada jajaran pendidikan dan publik untuk memenuhi rasa penasaran mereka.
Lepas dari riak-riak itu, kontroversi itu sebaiknya dilihat dari sisi yang berbeda. Pesan simbolik yang bisa dibaca adalah buncahan semangat sejumlah pihak yang menginginkan SMAN 1 menjadi ikon pendidikan di Bima dan NTB umumnya. Apa yang menyembul ke ranah publik adalah letupan kegairahan ingin melihat sekolah unggulan itu dikelola secara mantap dibawah ‘jenderal lapangan’ yang berkompeten. Kepala Sekolah yang menguasai medan perjuangan, mampu membangun harmoni dengan para pihak, dan manajemen pendidikan multiaspek yang tidak diragukan.
SMAN 1, tentu saja, tidak boleh dijadikan ‘kelinci percobaan’ dengan menempatkan sumberdaya kepala sekolah dan guru yang diragukan kualitasnya. Mereka mesti mumpuni untuk mengimbangi status sekolah dan pembimbingan siswa. Mesti beberapa langkah lebih maju untuk mengangkat citra Kota Bima dalam pandangan pihak luar.
Nah, ketika Syafrudin sudah didefinitifkan, maka tantangan sudah ada di depan mata. Sebaiknya segera “memasukan persneling dan tancap gas” untuk menjawab buncahan harapan kalangan pendidikan. Kontroversi menjadi tidak lagi produktif untuk terus diawetkan, karena bisa membuang banyak energi. Aksi nyatalah yang ditunggu. Mulai sekarang, mari mengintip bersama apa yang dilakukannya membawa sekolah menjadi yang terbaik. Sekaligus untuk membuktikan bahwa Syafrudin adalah pilihan niscaya saat ini. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.