Bima, Bimakini.com.-Penyelesesaian konflik di Kabupaten Bima tidak bisa hanya memercayakannya kepada aparat keamanan semata. Namun, perlu keterlibatan berbagai pihak, terutama tokoh di wilayah konflik, pemerintah, akademisi, dan elemen lainnya. Pembentukan tim terpadu ini mendesak dilakukan, agar ada solusi jelas atas konflik yang terjadi.
Hal itu disampaikan Ketua Bidang Hukum dan HAM Dewan Pimpinan Pusat (DPD) KNPI, Nimran Abdurrahman, SH, MH, dari Jakarta melalui telepon seluler, Minggu.
Tim terpadu ini, kata Nimran, bertugas untuk membangun komunikasi dengan warga yang berkonflik. Mengidentifikasi aspirasi dan tuntutan masing-masing. Pola ini menjadi model komunikasi yang efektif dalam menyelesaikan konflik. “Jangan dulu aparat disuruh main sisir. Tapi, beri kepercayaan kepada tim terpadu ini, di dalamnya termasuk dari aparat sendiri,” ujarnya.
Jika tim terpadu ini tidak dibentuk, kata Nimran, maka konflik hanya akan menjadi “bola salju”. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan hilang, demikian juga ke aparat keamanan menjadi lemah. Apalagi, selama ini tidak ada penyelesaian konflik yang jelas oleh pemerintah.
Penyelesaian konflik, kata Nimran, harus menyentuh pada akar persoalan disertai penegakan hukum terhadap siapapun yang memicu suasana keruh. Selain itu, harus ada garis aman bebas konflik dan jika dilanggar harus ditindak.
Pengacara di Jakarta ini menilai, dalam sitausi Bima yang kian dilanda konflik horizontal, mestinya Majelis Adat yang secara kelembagaan telah terbentuk harus menunjukkan perannya. Jangan sampai hanya bersifat simbolik semata.
“Apa gunanya Majelis Adat yang dibentuk, jangan sampai hanya menghabiskan anggaran saja,” ujarnya.
Katanya, menyentuh akar masalah dalam penyelesaian konflik menjadi penting, jika tidak maka akan terus terjadi dan berulang. Pelaku yang memicu terjadinya konflik hingga meluas harus secepatnya diamankan, demikian juga korban mendapat perhatian.
Kondisi seperti saat ini, kata dia, memang rentan terjadinya konflik. Apalagi, di Bima kerap daerah yang rawan adalah lumbung pertanian. Ini bisa memicu berkurangnya pasokan kebutuhan bagi masyarakat lainnya.
“Di sini pentingnya melibatkan tokoh-tokoh dalam dialog. Jika di desa itu tidak ada tokoh, maka pemerintah harus menciptakan tokoh-tokoh. Karena lewat merekalah bisa membantu pemerintah dalam berkomunikasi,” katanya.
Dia menilai, meluasnya konflik di Dadibou, Kalampa, Samili dan desa sekitarnya, karena masih adanya keterikatan secara emosional. Terutama keterikatan keluarga, sehingga ketika konflik melanda satu wilayah, maka keluarga di tempat lainnya akan terlibat. “Secepatnya pemerintah daerah membentuk tim terpadu ini. Jika ini konflik akan meluas seperti ‘bola salju’,” ingatnya. (BE.16)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.