Kesepakatan damai (islah) antara warga desa Samili, Kalampa, dan Dadibou Kecamatan Woha Kabupaten Bima disepakati Senin (29/10) sore lalu. Mereka pun meneken draf islah. Suasana haru menyergap ketika mereka saling bermaafan dan berpelukan. Ada kehangatan layaknya saudara.
Dalam tilikan Islam, semua Muslim adalah saudara lepas dari segala atribut dan tetek-bengek yang melingkupinya. Dalam konteks agama pula dilarang bermusuhan dan tidak bertegur-sapa hingga tiga hari. Tentu saja islah ini mesti diapresiasi. Hidup berdampingan dalam satu wilayah sangat rawan jika aroma permusuhan dan konflik yang terbangun. Kenyamanan terusik. Gangguan Kamtibmas bak bahaya laten. Bahkan, nyawa pun dipertaruhkan karena senjata api rakitan dan panah setiap saat mengincar tubuh.
Kita mendambakan agar komitmen islah itu dipegang teguh, karena instabilitas suasana tidak akan menguntungkan siapapun. Komitmen islah jangan hanya bergaung saat acara seremonial, tetapi diekspresikan dalam kenyataan sikap. Momentum itu juga meniscayakan dendam kesumat dikubur hingga lubang terdalam. Warga tiga kampung mesti menyadarinya. Pada sisi lain, aspek hukum yang mewarnai konflik berbuah satu orang tewas dan belasan lainnya terluka itu tetap harus diproses untuk memastikan bahwa semua warga Negara dalam posisi sama di depan hukum.
Satu sisi yang perlu disadari ke depan adalah bagaimana meminimalisasi letupan sporadis massa saat insiden kecil muncul. Selayaknya ada verifikasi isu atau informasin, ber-tabayyun saat menyikapi sesuatu. Jangan sampai terjadi lagi, ketegangan antarpelajar atau insiden lainnya berubah menjadi permusuhan luas hanya karena desa asal para pelaku.
Namun, ada “hikmah tersembunyi” (blessing in disguise) dari konflik itu. Jika saja ekspresi partisipasi massa itu diarahkan pada hal positif, maka akan banyak yang bisa dilakukan dan diubah di seputaran wilayah Kae. Misalnya, beramai-ramai membantu perbaikan fasilitas umum, pembangunan tempat ibadah, dan pembersihan lingkungan. Bahu-membahu dalam pemberantasan Narkoba, minuman keras, perjudian, dan pelacuran.
Selama ini, hiruk-pikuk dan riuh-rendah cenderung massa tersorong tindakan negatif sehingga membuyarkan konsentrasi membangun dan memaksa aparat bekerja keras. Dari momentum islah itu, mari menjadikannya sebagai titik awal baru untuk menata harmoni. Seperti kedamaian suasana sebelum musibah itu meletup. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.