Kota Bima, Bimakini.com.-Sejumlah warga mendesak Pemerintah Kota dan Kabupaten Bima menggenjot kampanye kepedulian terhadap lingkungan. Saat ini warga menilai sosialisasi dampak dan penanganan perubahan iklim pada tingkat daerah mulai mengendur.
Warga Kelurahan Rontu Kota Bima, Andi, mengatakan, suhu panas yang umumnya dirasakan masyarakat pada hampir seluruh wilayah di Bima merupakan gejala nyata keseimbangan lingkungan semakin tergangu, sehingga memerlukan penanganan dan perhatian ekstra dari pemerintah. “Menurut saya, mestinya pemerintah tidak menunggu bencana alam seperti banjir bandang baru beraksi menggalakkan kepedulian terhadap lingkunga, tapi mestinya dari awal sudah mengantisipasi misalnya dengan gerakan penghijauan lebih nyata,” katanya di Rontu, kemarin.
Dikatakannya, selain itu pemerintah juga perlu mendorong regulasi berkaitan, tidak hanya mengatur sanksi, namun juga tentang penanganan lingkungan dan upaya mengurangi dampak perubahan iklim. “Saya amati perhatian pemerintah pusat terhadap masalah pemanasan global tidak diikuti pemerintah di daerah, padahal penanganan lingkungan tidak bisa secara parsial tapi harus terintegrasi. Nggak mungkin membenahi yang bolong di sana, sementara di sini dibiarkan begitu saja. Jadi, perlu kesatuan gerak kepedulian terhadap lingkunga, karena pengaruhnya akumulatif,” katanya.
Hal yang sama diharapkan warga lainnya, Rusdi. Pemerintah seharusnya segera bertindak menggerakkan lembaga terkait seperti sekolah dan lembaga swadaya agar lebih peduli terhadap lingkungan, misalnya penghematan energi, gerakan mengurangi gas karbon dan polusi melalui pengurangan aktivitas atau mobiliasasi dengan kendaraan.
“Sekarang ini Bima sangat panas, jam 10 saja kita sudah merasakan gerah. Ini artinya ada masalah lingkungan yang serius sehingga perlu kepedulian bersama, karena itu tidak bisa dilakukan kelompok tertentu saja. Perlu kepedulian bersama,” katanya.
Pada bagian terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Kota Bima, Ir. Zulkifli, M.AP, menjelaskan, dampak akibat kerusakan hutan dan lingkungan tidak dirasakan langsung pada periode yang sama saat perusakan. Namun, akan terjadi setelah tiga dan lima tahun setelah itu. Contohnya akibat kerusakan hutan di kawasan Ncai Kapenta, dampaknya seperti banjir bandang tahun 2004 baru dirasakan sekitar lima tahun pascaperusakan.
“Kerusakan lingkungan misalnya degradasi lingkungan biasanya beberapa tahun setelah itu, sekitar tiga hingga lima tahun. Sehingga jangan menganggap setelah hutan dirusak tahun sekarang, terus belum ada banjir bandang lantas dianggap aman. Dampaknya akan dirasakan beberapa tahun kemudian, bahkan oleh generasi selanjutnya,” katanya beberapa waktu lalu. (BE.17)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.