Kota Bima, Bimakini.com.- Forum Pemuda Peduli Dara (FPPD) kembali menggugat sertifikasi areal laut di kawasan Ama Hami. Senin (29/10) siang mereka menyuarakan aspirasi itu dengan mendatangi kantor Pemerintah Kota (Pemkot) dan DPRD Kota Bima.
Sebelumnya, FPPD menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bima soal itu. Aksi diawali dengan membakar dua ban mobil di depan kantor Pemkot Bima. Puluhan aparat Kepolisian Resort (Polres) Bima Kota memgawal di dalam dan luar halaman kantor Pemkot. Anggota Linmas dan Sat Pol PP juga terlihat siaga.
Massa mendesak segera mengembalikan fungsi laut di So Lawata pada habitat aslinya agar masyarakat leluasa mengais rezeki, tanpa terganggu dengan aktivitas penimbunan yang dilakukan oleh oknum. Penimbunan laut itu juga dinilai merusak lingkungan.
“Itu merupakan implikasi dari pembangunan yang tidak terkontrol dan tidak berdasarkan rencan tata ruang kota. Para pengusaha itu hanya berambisi mencari keuntungan tanpa memerhatikan lingkungan,” kata wakil massa, Syahbudin.
Katanya, penimbunan laut itu tidak mengantungi dokumen lingkungan. Padahal, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, semua kegiatan apapun bentuknya yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup, wajib membuat dokumen pada Badan Lingkungan Hidup (BLH).
Dikatakannya, laut yang dikavling oknum pengusaha tersebut selama ini merupakan tanah tutupan Negara yang menjadi tumpuan harapan masyarakat mengais rezeki. Namun, lokasi itu telah diubah statusnya sebagai hak milik pribadi. “Oknum BPN yang menerbitkan sertifikat, kemudian Pemkot buru-buru mengakui keabsahan sertifikat tersebut,” ujar Syahbudin.
Mereka juga menyentil program penanaman bibit bakau yang dicanangkan melalui program penghijauan oleh Dinas Klautan dan Perikanan (DKP) Kota Bima. Areal reboisasi itu pada sepanjang pantai kawasan Ni’u hingga Kolo. “Artinya, di So Lawata yang ditimbun sekarang adalah merupakan lahan reboisasi juga. Kami minta segera meninjau dan mencabut kembali sertifikat yang diterbitkan dan menyeret oknum untuk diproses hukum,” desaknya.
Setelah itu, massa bergerak menuju DPRD Kota Bima. Di sana mereka menyampaikan hal yang sama, masih dikawal aparat Polres Bima Kota.
Pemkot melalui Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tatapem) Setda Kota Bima, Abdul Haris, SH, tidak ingin menanggapi lebih detail tuntutan itu. Hanya saja, dikatakannya tuntutan pencabutan sertifikat itu bukan menjadi kewenangan Pemkot Bima, melainkan BPN. “Kewenangan mencabut sertifikat itu adalah BPN, bukan kewenangan Pemkot Bima,” ujar Haris.
Hal yang sama dikatakan Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Bima, Drs. Is Fahmin. “Pencabutan sertifikat tanah itu ranahnya BPN. Kita (Pemkot, Red) tidak berwenang mengintervensinya,” katanya.
Mengenai pejabat Pemkot yang tidak menemui massa, Fahmin menjelaskan, pemerintah tetap membuka ruang dialog. Hanya saja, berdialog mengenai aspirasi itu tidak efektif jika dilakukan di luar.
Pemkot menerima mereka jika ada permintaan beraudensi.
“Hanya saja, sampai saat ini warga tidak pernah mengajukan permohonan audiensi untuk membicarakan aspirasinya. Wali Kota tetap siap dan membuka ruang dialog bagi mereka,” jelas Fahmin. (BE.19)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.