Bima, Bimakini.com.-Bima pada umumnya dinilai rawan terhadap konflik vertikal dan horizontal. Konflik horizontal itu kerap dipicu minuman keras dan pertunjukan Orgen Tunggal, sedangkan konflik vertikal terjadi karena masalah kebijakan. Pemicu lainnya adalah kian menjauhnya masyarakat dari nilai agama. Hal itu mengemuka dalam dialog yang diadakan oleh Pusat Kajian Agama dan Budaya (PUKAB) NTB dengan tema Mengurai dan Resolusi Konflik di aula Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Kota Bima, Rabu (21/11).
Direktur PUKAB NTB, Muhammad Tahir Irhas, mengatakan saat ini masyarakat Bima begitu mudah terpancing atau terprovokasi. Namun, untuk mengurai akar konflik, tidak mestinya terus mencari siapa pihak yang memrovokasi. “Tapi bagaimana menemukan agar masalahnya, agar tercipta kehidupan yang harmonis,” ujarnya.
Konflik juga dalam pandangan selama ini, kata Tahir, dipicu masalah ekonomi, munculnya solidaritas komunal untuk hal destruktif. Selain itu, munculnya perkelahian pelajar atau sebab sepela lainnya. Meski dalam dialog itu ada yang tidak setuju disebabkan hal tersebut, namun lebih melihat karena menjauhnya masyarakat dari nilai keagamaan.
Kepala Bakesbangpolinmas Kabupaten Bima, Drs. Syafruddin, mengatakan banyaknya konflik yang terjadi belakangan ini di Bima cukup membingungkan. Peristiwa konflik itu juga kian terekspose melalui media televisi nasional. Konflik terjadi juga disebabkan karena tingginya pengangguran, berkurangnya kebutuhan akan hidup damai dan generasi yang semakin tidak mendengar nasehat orang tua.
Katanya, organ tunggal dan beredarnya minuman keras juga kerap menjadi pemicu perkelahian antarkampung, seperti yang terjadi belakangan ini.
Perda Miras yang dimiliki Kabupaten Bima, kata dia, selama ini kurang bergigi. Diharapkan perubahan Perda Miras yang digodok oleh DPRD Kabupaten Bima bisa lebih memberi efek jera.
“Forum Kewaspadaaan Dini Masyarakat pada awal 2013 akan dibentuk semua hingga tingkat desa. Diharapkan forum ini dapat mendeteksi lebih dini perkembangan yang ada di masyarakat,” ujarnya.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bima, Ir. Suryadin, mengatakan konflik yang terjadi di Bima kian menunjukkan kuantitas, termasuk juga kualitas. Dampak dari konflik itu tidak hanya kerugian harta, namun juga nyawa. Deretan konflik yang muncul seperti, pembakaran kantor desa, camat Lambu, kantor DPD Partai Golkar Kabupaten Bima, pembakaran kantor KPU dan kantor Pemkab Bima. Menyusul konflik di Roi-Roka, Samili, Kalampa, Dadibou, Parado dan lainnya.
“Konflik vertikal yang terjadi menjadi catatan hitam sejarah Bima. Konflik horizontal lebih pada munculnya ego sektoral,” ujarnya. (BE.16)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.