Connect with us

Ketik yang Anda cari

Dari Redaksi

Kontes Waria itu…

 

Publik Kota Bima dikejutkan dengan munculnya kontes Wanita-Pria (Waria) di Kelurahan Jatiwangi, beberapa hari lalu. Kemunculannya menjelang pertemuan APEKSI dan Tahun Baru 1434 Hijriyah bak sengatan lebah. Reaksi pun bermunculan, misalnya di jejaring social, Facebook.  

Kontes Waria itu perlu menjadi perhatian bersama, karena bisa memicu gelombang protes. Perlu ditelusuri lebih jauh mengapa kontes seperti itu bisa lolos tanpa izin. Pihak Kelurahan juga mesti dimintai klarifikasi mengapa bisa tanpa pantauan. Bahkan, perlu juga dikonfirmasi kepada tokoh agama setempat apakah telah ada upaya pembinaan terhadap komunitas itu prapenyelenggaraan itu.      
Waria adalah bagian dari komunitas masyarakat Bima. Itu fakta. Mereka terlihat aktif pada berbagai simpul usaha, seperti salon, penataan dekorasi, pembuatan kue, usaha jahit, dan lainnya.  Beragam usaha itu, pada titik itu patut diberi ruang, sambil mengintensifkan pembinaan dan pendekatan menuju ke ‘habitat asli-nya’. Di sinilah peranan ulama diharapkan lebih mendekati kehidupan untuk kepentingan ‘mengajak segera balik kanan’ dan kembali pada ajaran agama.   
Waria memang fenomena unik. Dulu mereka cenderung tertutup dan malu-malu, namun kini mereka lebih berperan dan terbuka. Mereka pun kian menuntut kebebasan berekspresi. Pada lingkungan yang mengagungkan kebebasan, mereka mendapat tempat di ruang publik. Seperti di Eropa. Namun, tidak pada wilayah dengan komunitas berbasis agama. Waria adalah target sasaran yang mesti digiring menuju habitat dasarnya. 
Keberagaman adalah ciri khas dari masyarakat majemuk atau plural. Keberagaman, sebagai cerminan dari wujud penghargaan terhadap perbedaan, toleransi, hak asasi manusia serta harkat dan martabat. Waria sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dalam konteks keberagaman itu, pada satu sisi hendaknya dapat ditempatkan sebagai kenyataan sosial yang tidak terelakkan keberadaannya. Pada sisi lain, keberadaan Waria bagi  sebagian masyarakat Indonesia, dipandang sebagai bentuk penyimpangan perilaku. Mereka telah ‘keluar dari rel kereta’. Agama Islam dan umat Islam memberi garis tegas dan keras soal itu. 
Sekali lagi, kasus kontes Waria di Jatiwangi itu perlu diselidiki lebih lanjut. Selain itu, mesti menjadi catatan untuk bahan evaluasi ke depan. (*)      

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Opini

Oleh : Munir Husen ( Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima) Apresiasi Kepala Bakesbangpol Kota Bima Dr. Muhammad Hasim cepat merespon laporan pengaduan masyarakat...

Hukum & Kriminal

Kota Bima, Bimakini.- SU Alias Oma alias Betty, yang merupakan pemilik salah satu salon kecantikan di Kelurahan Nae Kecamatan Rasanae Barat, terpaksa diringkus Tim...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Komunitas Gerakan Anti Maksiat (Gamis) Bima terus mendampingi dan memberikan bimbingan terhadap Syahrul. Warga Kecamatan Bolo yang dulunya menjadi waria, namun telah...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Sejak foto dengan pria berprilaku wanita atau waria berinisial P beredar di media sosial, S, pelajar salahsatu SMA mengalami tekenan mental. Dia...

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Kasus dugaan pornografi yang menyeret oknum pria yang berperilaku seperti wanita atau Waria berinisial P, mulai terkuak. P tidak menyangkal foto yang...