Kota Bima, Bimakini.com.-
Munculnya sejumlah kasus yang melibatkan pelajar sejak beberapa bulan terakhir, menurut Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Kota Bima, Drs. Syahbuddin disebabkan karena implikasi kurangnya pembinaan pendidikan agama Islam kepada siswa. Faktanya, porsi mata pelajaran agama Islam di sekolah hanya diberikan dua jam saja selama seminggu.
Menurutnya, alokasi jam pelajaran agama tersebut sangat kurang sehingga nilai-nilai moral dan akhlak dalam ajaran agama Islam yang ingin disampaikan tidak maksimal. Padahal, pendidikan agama sangat penting dibandingkan dengan pelajaran lain. Untuk itu, semestinya pemerintah bisa mengalokasikan lebih banyak waktunya.
“Saya sangat sepakat dengan kebijakan pengurangan beberapa pelajaran di tingkat SD dan SMP supaya penekanan terhadap pendidikan berkarakter maupun moral siswa bisa lebih digenjot,” ujarnya, Kamis di SMAN 2.
Pada aspek lain, katanya, kemajuan teknologi telah membawa dampak yang sangat besar terhadap perkembangan mentalitas siswa dan remaja. Informasi mudah dan cepat diakses hanya dalam hitungan menit. Hal itu tidak dapat dibendung dengan mudah selain kerjasama semua pihak.
Katanya, tidak cukup dengan hanya menyerahkan siswa kepada pihak sekolah saja untuk membinanya, karena tidak setiap waktu sekolah bersama siswa. Orang tua harus berperan aktif mengontrol dan mengawasi pergaulan anak. Jangan sampai pengaruh teknologi menjerumuskan mereka.
Pada sisi lain, ujarnya, ketika siswa berada di sekolah terkadang para orang tua tidak memberikan tanggungjawab penuh terhadap sekolah untuk mendidiknya. Sanksi yang diberlakukan sekolah kepada siswa pada prinsipnya berguna untuk pembinaan, tetapi seringkali ketika diterapkan muncul intervensi dari luar sehingga penerapannya tidak berjalan sesuai harapan.
“Masalah moral merupakan tanggungjawab semua pihak, sekolah, orang tua maupun masyarakat dengan kontrol sosialnya, tidak bisa hanya dibebankan pada satu pihak,” terang Syahbuddin.
Selain itu, remaja dan siswa saat ini nilainya tidak memiliki figur keteladanan lagi untuk diikuti dan dicontohi. Apalagi, sejumlah siswa yang bermasalah setelah dianalisis hampir semua berasal dari keluarga yang bermasalah (broken home). Luapan rasa sedih bercampur sakit hati itu jika tidak segera diarahkan maka akan salah tempat.(BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
