Adayang perlu dikritisi soal pilihan sikap Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bima yang dipimpin Ahmad Yani Umar soal pemanggilan Ferdiansyah Fajar Islam. BK mengisyaratkan kemungkinan pemanggilan , duta Partai Golkar itu untuk “interogasi” tidak dilakukan lagi, karena diklaim politisi muda itu sudah mulai terlihat sering hadir menghadiri sidang. Baru sekali surat dikirim, sudah mulai menyadari sikapnya. Sesederhana itukah?
Padahal, klarifikasi yang diperlukan adalah untuk mengetahui lebih detail soal kemalasan oknum itu yang ditengarai dibiarkan BK sejak tahun 2009 lalu. Mestinya, BK membeberkan ‘rapor kedisiplinan’ Ferdiansyah dan anggota Dewan lainnya selama masa tugasnya. Nah, akumulasi tahun itulah yang mesti dikupas tuntas dan dimintai pertanggungjawabannya.
Ini bukan hanya soal Ferdiansyah, tetapi juga potensi ketidakhadiran lainnya yang muncul pada semua wakil rakyat. Klarifikasi juga penting sebagai pertanggungjawaban moral lembaga dan oknum wakil rakyat kepada konstituennya. Kesan bahwa anggota Dewan berjarak jauh dengan rakyat saat menikmati kursi empuk, sudah lama mengental. Demikian juga sindiran ‘membuka kaca mobil sebelum terpilih, tetapi menutup rapat ketika duduk manis’. Hal seperti inilah yang harus diminimalisasi dengan menyinkronkan tindakan.
Kita mengharapkan BK jangan setengah hati menegaskan sikapnya terhadap potensi kemalasan anggotanya. Itu merupakan virus berbahaya nan mematikan. Perubahan sikap seseorang memang harus diapresiasi, karena menunjukkan titik balik kesadaran. Namun, dalam konteks itu, yang hendak “dieksekusi” adalah sikapnya pada masa lalu untuk perbaikan tindakan ke depan agar marwah legislatif terjaga.
Sikap BK terhadap Ferdiansyah, setidaknya bisa menggiring opini publik pada dua hal. Pertama, jangan-jangan BK sudah “masuk angin” karena tekanan tertentu, apalagi yang dibidik adalah politisi yang memiliki hubungan dekat dengan pejabat penting eksekutif. Kedua, semakin menebalkan pesimisme publik selama yang meragukan BK bisa bersikap tegas tanpa kompromi pada pelanggaran anggotanya.
Dalam konteks itulah, alur berpikir BK harus digugat. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
