Bima, Bimakini.com.-Kericuhan mewarnai aksi menuntut pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror yang dilakukan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bima, Sabtu (26/1) lalu di Polres Bima Kabupaten. Kericuhan berawal ketika mahasiswa hendak menurunkan spanduk yang terpasang di Pos Polisi yang bertuliskan imbauan antisipasi terorisme.
Awalnya, rencana pencabutan spanduk itu dapat ditenangkan. Sempat ada “tantangan” adu argumentasi tentang apa dan siapa teroris dengan aparat berpakaian preman, hingga seorang anggota massa menarik spanduk tersebut.
Melihat itu, sejumlah oknum Polisi langsung mendekati mahasiswa tersebut dan melayangkan jotos. Tidak hanya satu Polisi yang terlihat emosi dan memukul, bahkan hingga beberapa orang. Melihat rekannya dipukul, yang lain tidak terima. Kericuhan pun terjadi. Ketegangan antarmahasiswa dengan aparat pun tidak terhindarkan.
Sekretaris Umum HMI Cabang Bima, Amirudin, yang sempat bersitegang dengan aparat mencoba menenangkan rekan-rekannya. Kericuhan pun berakhir dan masing-masing dapat mengendalikan diri. Namun, mahasiswa terus berorasi menuntut pembubaran Densus 88.
Meski diguyur hujan lebat, massa tidak surut menyuarakan aspirasinya. Bahkan, menggelar shalat berjamaah di tengah jalan. Aksi shalat di tengah jalan itu menyita perhatian sejumlah pihak dan pengendara.
Sebelum menggelar aksi di depan Polres Bima Kabupaten, massa menggelar aksi di depan kampus STKIP Taman Siswa. Tidak ada pengamanan dari aparat, karena personel Polres ditarik ke Sumbawa untuk mengamankan kerusuhan.
Syamsuddin, koordinator aksi, mengatakan tindakan Densus 88 yang begitu mudah membunuh seseorang adalah pelanggan hak asasi manusia (HAM). Apalagi membunuh seseorang yang belum jelas keterlibatannya dalam kasus terorisme, seperti halnya Bahtiar warga Desa Timu Kecamatan Bolo.
“Densus 88 harus dibubarkan, karena tindakannya melanggar HAM dan bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah,” ujarnya.
Apalagi, kata dia, operasi yang dilakukan oleh Densus 88 adalah dibiayai oleh Amerika Serikat, Australia, dan Yahudi. Bahkan, isu terorise adalah proyek besar yang dimanfaatkan untuk memecah-belah umat Islam.
Ketua HMI Komisariat STKIP Taman Siswa, Agus Riawan, mengatakan proyek terorisme adalah upaya melemahkan agar umat semakin jauh dari syariat Islam, para pemuda tidak memelajari agamanya. Kondisi itu sangat menguatirkan.
Dia menilai, ada standar ganda dalam isu terorisme. Dia pun mengajak pemuda Islam agar bersatu melawan. Klaim terorisme diidentikkan dengan Islam, sehingga muncul kecurigaan antarumat Islam sendiri.
“Akibatnya kita menjadi musuh agama kita sendiri, yakni Islam,” katanya. (BE.16)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.