Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Dunia Informasi harus Dimanfaatkan untuk Dakwah

Kota Bima, Bimakini.com.-Perkembangan dunia informasi saat ini  berpengaruh besar. Pembentukan opini melalui media massa sangat besar dampaknya, bahkan berbagai peristiwa cepat diketahui. Untuk itu, dunia informasi harus dimanfaatkan oleh umat Islam sebagai sarana dakwah.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bima, H. Abdurrahim Haris, MA, saat acara Diskusi Bedah Majalah An-Najah, Bertempur dalam Perang Informasi, di aula Akademi Kebidan Harapan Bunda, Sabtu (29/12/2012) lalu.
Perkembangan media Islam, kata dia, harus direspons bersama, terlepas dari pro- kontra dari jenis-jenis media yang ada. Namun, bagaimana mendorong dakwah tauhid melalui media yang tersedia.  Jejaringan sosial seperti Facebook dan Tweeter, saat ini memberi dampak sangat besar. Bahkan, gerakan revolusi Mesir yang terjadi beberapa waktu lalu, terjadi karena pemanfaatan jejaring sosial ini dalam menggerakkan massa.
      Tampil sebagai pembicara dalam bedah Majalah An-Najah yang diadakan oleh Lembaga Dakwah dan Pemberdayaan Ummat (LDPU) An-Naba Bima, Ustadz Mas’ud Izzul Mujahid, Lc dan Sofiyan Asy’ari dari Harian Bimakini.com.  Semua pembicara setuju media dapat menjadi salahsatu sarana jihad dakwah.
      Mas’ud mengatakan peran media dalam medan jihad sangat penting. Bahkan, menjadi bagian dari pertempuran itu sendiri. Namun, hanya sedikit kaum Muslimin yang sadar menjadi media sebagai medan jihad.
     Jihad juga, kata dia, tidak mesti dipersepsikan perempuran saling berhadapan (face to face) atau secara fisik membunuh atau terbunuh. Justru mereka yang berjuang seperti itu kini distigmakan dengan cap teroris, kriminal, musuh kemanusiaan, dan beragam stigma lainnya. “Musuh hari ini lebih siap dalam perang melalui media. Termasuk dalam mengopinikan tentang stigma teroris,” ujarnya.
      Saat ini, menurutnya, terjadi fitnah informasi dari kelompok yang antiterhadap Islam. Apalagi, kondisi dimana umat Islam kehilangan ilmu agamanya sendiri. Kondisi umat hari ini, bahkan tidak lebih baik dari sebelumnya. “Tersebarnya kemungkaran dan kemaksiatan. Orang-orang yang menjalankan Syariat dianggap asing ditengah masyarakat. Nabi pun berdakwah dalam kondisi asing,” ujarnya.
      Media, kata dia, harus bisa menjadi alat perlawanan dalam isu akidah, syariah, ekonomi dan isu politik. “Kenapa kaum Muslimin dakwah melalui informasi, karena media dapat membentuk opini publik,” ujarnya.
      Sofiyan Asy’ari  juga mengatakan tidak ada yang memungkiri tentang kemampuan media hari ini dalam membentuk opini publik. Media telah menjadi satu kekuatan besar dalam memengaruhi orang. “Media bisa menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah,” ujarnya.
      Dalam isu terorisme, kata dia, beberapa hal yang perlu diperhatikan wartawan dalam liputannya. Tidak mengandalkan satu sumber agar tidak terjadi bias informasi atau penggiringan informasi. Jangan terlalu mendramatisasi peristiwa, apalagi menulis fakta bohong.
     Dalam isu terorisme di Bima, kata Sofiyan, seperti kasus Pondok Pesantren Umar bin Khatab, wartawan pernah tertipu. Ketika mendapat informasi dari Kepolisian, bahwa Pimpinan Ponpes UBK, Ustadz Abory ditangkap dan diterbangkan melalui Bandara menggunakan helikopter.
     “Ternyata keesoknya wartawan sadar, bahwa yang diterbangkan menggunakan heli bukan Abrory. Waka Polres yang mengirim pesan singkat kepada wartawan menghindar. Alasannya hanya diperintah menyampaikan pesan ke wartawan bahwa Abrory ditangkap dan diangkut menggunakan heli ke Mataram,” ujarnya.
      Unsur rekayasa, kata dia, harus menjadi perhatian dan kehati-hatian dalam memberitakannya. Fakta dan pengamatan lapangan bisa menjadi pembanding informasi dari sumber atau keterangan pihak tertentu. “Dalam kasus Ponpes UBK, kami wartawan melihat ada beberapa hal yang janggal, dari fakta yang kami lihat di lapangan dan keterangan aparat,” katanya.
        Jangan sampai munculnya stigma tertentu, kata dia, seperti orang Muslim yang mengikuti sunnah Nabi memelihara jenggot, dicurigai. Demikian juga jangan sampai orang yang rajin ke masjid dan mengikuti pengajian dianggap radikal. “Sehingga umat Islam menjadi takut untuk berpegang teguh pada keyakinan dan keinginannya menjalankan Islam sesuai syariat,” ujarnya. (BE.16)
 

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pemerintahan

Bima, Bimakini.- Komisi Informasi (KI) NTB bekerjasama BPMDes Bima menggelar lokakarya Inplementasi keterbukaan informasi publik (KIP), Rabu (7/9/2016). Kegiatan yang diikuti 191 desa se...

Pendidikan

Bima, Bimakini.com.- Program pemberian tunjangan profesi menjadi sorotan 3,7 juta guru di Indonesia. Hal itu setelah munculnya kabar akan dihapuskan oleh Mendikbud Muhajir Effendy....

Pemerintahan

Bima, Bimakini.com.-Sekitar 58 desa di Kabupaten Bima akan menggelar pemilihan kepala desa (kades) secara serentak. Momen Pilkades harus dipandang sama dengan Pemilihan Kepala Daerah...

Pemerintahan

Dompu, Bimakini.com.- Pemuda diharapkan meningkatkan wawasan kebangsaan, juga sebagai elemen menjaga harmoni kehidupan bangsa. Saat ini, banyak yang bisa memengaruhi cara berfikir dan bertindak...

Opini

 Oleh: Musthofa Umar, S. Ag, M.Pd.I (Tulisan ini disampaikan pada Tausiyah PC PMII Bima di Masjid Al Anshor Penatoi – Kota Bima)  Berdasarkan tinjauan...