Connect with us

Ketik yang Anda cari

Sudut Pandang

Hadapi Banyak Tantangan, Terpikat Pesona Alam

Hobi bersepeda kian digandrungi masyarakat Bima, termasuk melewati rute panjang dan medan berat. Ini suatu keasyikan tersendiri, apalagi menyatu dengan alam. Termasuk melewati lingkar selatan Kota Bima, dari Rontu, Oi Foo, Nitu berputar dan tembus Oi Sii-Rontu. Seperti apa perjalanannya berikut catatan Sofiyan Asy’ari.

KAMIS (23/1) pagi, ada dua kelompok pesepeda yang ingin menjelajah medan. Ada yang menuju lingkar Selatan mulai Sape, Langgudu, dan terus ke arah Belo dan kembali ke Kota Bima. Ada juga lingkar Selatan, tetapi dalam Kota Bima, yakni Rontu, Oi Foo, Nitu dan berputar melewati pegunungan dan ladang hingga sampai di Oi Sii-Rontu. Saya mengikuti rombongan enam orang yang melewati lingkar Selatan Kota Bima. Sebelumnya, saya pernah ke Nitu, tapi itu sudah lama dan menggunakan kendaraan motor. Menggunakan sepeda untuk pertamakalinya. Jalur yang dilewati beraspal. Tidak terlalu berat. Namun, hanya dihadapkan pada tanjakan, mulai berbelok di kantor Kelurahan Rontu. Beberapa orang pertama kali mencoba rute seperti ini, sehingga sempat kesulitan. Bagi saya pernah mencoba beberapakali, seperti Kabanta dan Ndano Nae. Jalur jauh seperti Sape, Madapanga, dan Soromandi. Naik menuju Oi Fo’o, disuguhkan sejuknya udara pagi dan beberapa warga yang turun menggunakan kendaraan motor.
Sawah di Oi Fo’o sudah mulai ditanami padi.  Di pegunungan, terlihat  lokasi tambang marmer. Singgah pada warung kecil untuk membeli air minum. Perjalanan dilanjutkan hingga ke Nitu.
Di Nitu kami sempat berhenti. Melihat sejumlah anak-anak berkumpul. Bermain kelereng. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Handa,  rekan kami untuk menghibur mereka dengan keahlian sulapnya. Awalnya bocah-bocah ini takut, ketika akan diperlihatkan permainan sulap. Handa pun mengeluarkan kartu, dimainkannya seperti pesulap di televisi. Mereka para bocah mulai tertarik dan kagum.
Handa memainkan sulap kartu dengan mengubah angka atau hurufnya.  Seorang anak diminta untuk memegang dua kartu “J” wajik dan hati. Namun, ketika diminta untuk membaliknya, kartu berubah menjadi As. Permainan lain yang diperlihatkan Handa adalah menghilangkan koin. Permainan ini juga cukup menghibur anak-anak di Nitu. Setelah merasa cukup perjalanan kami lanjutkan.
Kami mulai melewati jalan yang tidak beraspal. Keluar dari perkampungan melewati ladang. Hanya ada jalan setapak. Untuk menandai ladangnya, tiap warga membuat seperti pembatas gerbang. Kami harus melewati gerbang-gerbang itu. Ini mengingatkan saya ketika ke Kabanta dan Wenggo – Penanae.
Ini memang bukan pertamakalinya jalur ini dilewati penyuka sepeda gunung. Hujan yang mengguyur semalam, menyebabkan jalan yang kami lewati berlumpur. Meski hanya pada beberapa titik.
Ada satu pembatas ladang yang tidak bisa kami lewati, namun dengan mengangkat sepeda. Satu, dua dan tiga sepeda sudah diangkat.
“Buka saja, lepas kayu-kayunya,” kata Arsyid, pemilik ladang menyarankan kami.
Jalanan berbatu juga menjadi tantangan sendiri. Harus berhati-hati. Menjaga keseimbangan, karena pada beberapa titik terdapat jurang. Jika tidak hati-hati, maka fatal jadinya. Seperti dialami Yohanes Untung, sempat terjatuh. Untungnya cepat merebahkan diri ke arah kanan, karena kiri ada jurang.
Tidak itu saja, ban depan sepeda Danu pecah. Dia peserta paling bersemangat. Padahal, awalnya sempat mengeluh. Namun, setelah dijelaskan tentang teknis bersepeda gunung, selalu lari lebih awal. “Saya sudah tahu tehniknya. Tadinya saya pikir akan di belakang terus,” ujarnya.
Ban sepeda Danu pecah di tengah ladang jagung yang masih kecil. Rupanya ada ban cadangan yang dibawa Untung. Perjalanan dilanjutkan. Namun, baru beberapa meter, ban belakang Arfah terlepas.
Benar-benar banyak tantangan yang dihadapi. Termasuk medan menanjak dan menurun. keseimbangan  menjadi kata kunci, ketika melewati turunan yang tajam. Seperti halnya Untung sempat terjatuh.
      Rupanya Untung cidera, kakinya keseleo dan kram. Kami beberapa kali istirahat untuk memulihkan kondisi cidera satu peserta. Untung kadang harus berjalan dan yang lainnya membantu menuntun sepeda.
Ketika maa air Oi Sii yang dikelola PDAM Bima sudah dekat. Satu orang mencari pengojek, karena kondisi Untung yang kesulitan mengayuh pedal. Kami menempuh sekitar 18 kilometer perjalanan. Namun, setelah melihat medan dan jika ingin melewati jalur itu, maka bisa juga dari Oi Sii menuju Nitu, Oi Foo dan Rontu.
Rasanya ingin kembali mengulang. Suasana alam dan pegunungan. Ditambah susunan bebatuan yang sangat eksotik, seperti lukisan. Anda ingin mencoba? (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Peristiwa

Bima, Bimakini.- Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Bima, Kamis (9/3/2017) memantapkan persialan untuk pelaksanaan event Bike Camp dan Trabas jelajah Tambora. Persiapan kegiatan itu dengan...

Pemerintahan

Bima, Bimakini.com.- Kabupaten Bima setidaknya mengalami lima masalah besar. Yakni, konflik yang karut-marut, kemiskinan yang banyak menyebabkan anak putus sekolah, terkikisnya nilai-nilai keagamaan terutama...

Olahraga & Kesehatan

Kota Bima, Bimakini.com.- Dalam bulan Februari ini, Kota Bima memiliki sejumlah event nasional dan regional. Salah satunya, Jelajah Alam Bima, yang digelar oleh Bima...

Olahraga & Kesehatan

Kota Bima, Bimakini.com.- Ratusan motor trail seolah mengaum di lapangan Amahami, Minggu (21/12). Mereka adalah ratusan peserta yang mengikuti Trail Jelajah Alam Bima. Ada...

Olahraga & Kesehatan

HUJAN deras yang terjadi, Minggu (21/12/2014) sore membuat peserta sempat kuatir karena informasi adanya longsor jalur Doro Nae. Sekitar 80 peserta Trail Jelajah Alam...