Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Kenapa harus dengan Teror?

 (Musthofa Umar, S.Ag)

Beberapa tahun belakangan ini, sejak kejadian 911 menyusul diruntuhkannya gedung World Trade Center (WTC) tahun 2001 di Amerika 12 tahun silam, istilah terorisme mencuat. Bahkan, di Indonesia sudah sekian banyak kejadian yang mengaitkan pelakunya dengan terorisme. Dari kejadian ini pula, muncul Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di jajaran Korps Polri, secara khusus menangani masalah terorisme.
Sebenarnya apa dan bagaimana sih terorisme itu muncul dan apa yang mereka cari? Inilah yang ingin saya bahas dalam tulisan ini, semoga bermanfaat untuk kita semua. Sebagai langkah pencegahan pada diri dan keluarga kita, agar jika ingin berbuat/melakukan, bahkan ikut satu istilah/faham, hendaknya mengetahui minimal istilahnya, agar kita tidak terjebak ke dalam hal yang kadang keliru menurut orang kebanyakan.

Teror adalah serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan tekut, tertekan dan was-was pada sekelompok masyarakat/golongan tertentu. Sedangkan isme ini adalah sebuah faham/ajaran. Teroris adalah orang yang melakukan aksi teror, untuk kepentingan faham/ajaran (isme) yang mereka yakini. Dari itu, aksi teror tidak tunduk pada tatacara peperangan, seperti waktu pelaksanaannya yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil yang menjadi korbannya.
Istilah terorisme oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal, atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serangan-serangan terorisme yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi.

Dampak dari istilah ini adalah, terorisme lebih banyak mengandung makna negatif, umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, tentara Allah, dan lain-lain. Aksi-aksi mereka sering mengatasnamakan agama, dan anehnya yang banyak adalah Islam. Kenapa?! Karena dalam Islam ada istilah jihad. Jihad yang mereka yakini kalau terbunuh maka akan syahid. Syahid tiada balasannya kecualai syurga Allah SWT. Hal istilah inipun sebaiknya kita fahami terlebih dahulu, apa itu jihad dan syahid?!

Jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh menurut syari’at Islam. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu, menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan cara yang sesuai garis perjuangan para Rasul dan Al-Qur’an. Jihad yang dilaksanakan Rasulullah adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan-aturan Allah SWT, menyucikan kalbu, mengajarkan ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi. Namun, oleh mereka “terorisme” sering mengartikan istilah jihad keliru. Misalnya, jihad diartikan dengan istilah “berjuang” atau “berusaha keras”, namun bukan harus berarti “perang” dalam makna fisik. Jika sekarang jihad lebih sering diartikan sebagai “perjuangan untuk agama” semata.

Syahid adalah istilah yang diberikan kepada mereka yang meninggal dalam beberapa bentuk dan perjuangan. Karena syahid tidak hanya satu bentuk saja, melainkan ada beberapa bentuk syahid. Bentuk syahid ada dikatakan, syahid dunia, syahid akhirat, dan syahid dunia-akhirat. Dari pembedaan ini pun mengandung tatacara dalam merawat jenazahnya. Kalau dia syahid dunia, maka dia dirawat seperti jenazah pada biasanya. Namun, jika syahid akhirat maka tidak perlu untuk dimandikan dan dikafani, langsung dikuburkan dengan pakaian yang dia kenakan saat meninggal. Hanya perang membela agama dari rongrongan musuh (kafir harby) saja yang dijamin syahid dunia-akhirat.

Memerangi musuh Allah juga harus dibedakan mana yang termasuk kafir harby atau kafir dzimmi. Perbedaan dua istilah ini adalah, kalau kafir harby adalah kafir yang memerangi dan memusuhi negara/kelompok Islam. Ini wajib dilawan oleh seluruh umat Islam, tentu dengan cara-cara yang santun juga atau aturan perang. Kafir dzimmy adalah orang kafir (non-Muslim) yang mendiami suatu negara yang dipimpin oleh orang Islam, serta mereka taat dan mematuhi juga tidak mengganggu Islam itu sendiri. Nah, jenis kafir ini tidak boleh dimusuhi, apalagi diperangi atau dibunuh, malahan wajib dilindungi seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah yang melatarbelakangi Piagam Madinah pada saat itu.

Beberapa faktor yang bisa melatarbelakangi mereka  melakukan aksi teror menurut beberapa sumber diantaranya; Pertama: faktor kebodohan dan minimnya pengetahuan agama (ilmu syar’i). karena apabila seseorang bodoh atau minim ilmu syar’iya maka terkadang banyak hal menjadi bercampur-aduk dalam pemikirannya, sehingga tidak dapat membedakan mana yang haram dan mana yang wajib di dalam agama Islam. Kemudian mereka berkeyakinan bahwa, membunuh nyawa tidak berdosa adalah suatau kewajiban, bahkan dibolehkan sehingga berani melakukan hal itu karena kebodohannya dan tanpa dasar ilmu yang kuat. Kedua: faktor tidak adanya chek and richek di dalam menerima informasi. Artinya, seseorang mendapatkan beberapa informasi dan isu-isu, yang dominannya tidak benar atau sebagainya. Sehingga ini menjadikan sebagian orang langsung marah, tanpa mengetahui detail masalahnya terlebih dahulu, barulah bertindak.

Ketiga: tidak memiliki orientasi yang benar dalam menuntut ilmu agama. Sebagian orang menimba ilmu kepada orang-orang yang belum diakui kapasitas keilmuan dan keagamaannya, yaitu mereka yang tinggal di luar negeri dan tidak direkomendasikan oleh salahseorang pun dari para ulama yang telah diakui kredibilitasnya. Bisa jadi si penuntut ilmu ini mendapatkan pendapat dan fatwa mereka melalui internet atau sampai kepadanya ketika ia berpergian ke luar negeri, lalu tertipu oleh perkataan tersebut. Padahal, bertentangan dengan pendapat yang benar. Faktor Keempat: yakni semangat berlebihan dalam agama tanda kontrol. Berlebihan dalam mejalankan agama (beribadah) tidak masalah, namun harus ada kontrol. Kecintaan Muslim kepada agamanya dan ghirah-nya terkadang bisa melahirkan semangat dan bila tidak terkontrol dengan kontrol syari’at, maka akan menyebabkan sifat ‘membabi-buta’ dalam menafsir masalah-masalah agama dengan caranya sendiri.

Kelima: faktor penyebab timbulnya terorisme adalah karena kurangnya keyakinan (takut) kepada Allah SWT dan tidak mau berhenti sebatas aturan-aturan-Nya, khususnya bagi orang yang sudah jelas baginya hukum yang dijelaskan oleh ulama-ulama besar yang Rabbani, yang mengetahui permasalahan-permasalahan dari yang sekecil-kecilnya sebelum permasalahan besar. Yaitu para ulama yang telah diakui kaum Muslimin kebanyakan. Secara umum, akan ketuliusan dan ketakwaan mereka sudah tidak diragukan lagi.

Termasuk dalam hal ini adalah, kecermatan seseorang mengambil hadis-hadis. Terkadang hadis yang tidak jelas sanadnya diambil menjadi hujjah untuk suatu perbuatan teror. Masalah seperti ini sering kita temukan  di tengah masayarakat, dan seperti poin pertama di atas, faktor kemalasan mencari ilmu atau kebodohanlah yang menyebabkan mereka seperti ini. Seharusnya sebelum mereka menggunakan dan berfatwa dengan hadis tersebut, harusnya mereka seorang muhadditsin (ahli hadis) dan harusnya juga tidak melihat satu hadis saja. Carilah sekumpulan hadis yang sama, lalu akan bisa terlihat mana yang dipakai sebagai dalil dan mana yang sekadar tahu saja. Begitupun dengan ayat-ayat Al-Quran, bertanyalah pada mufassirin (ahli tafsir) tentang kandungan ayat tersebut, sebelum menjadikannya dalil naqli yang berakibat fatal bagi dirinya dan orang sekitarnya.

Faktor Keenam: yakni faktor ijtihad para penuntut ilmu pemula yang tanpa merujuk kepada para ulama’ mereka. Seperti yang sudah dimaklumi bahwa para penuntut ilmu sejak dulu selalu merujuk kepada para ulama’ mereka terhadap hal-hal yang musykil akan tetapi ada sebagian dari para penuntut ilmu tersebut (sekarang ini) yang berijtihad di dalam masalah-masalah yang besar tanpa mereka merujuk lagi kepada para ulama terdahulu. Hal ini yang sering menyebabkan mereka tergelincir dan jauh dari kebenaran, karena mereka akan mengklaim diri menjadi paling benar.

Kesombongan juga berperan dalam hal ini, orang yang tidak melihat yang lebih dahulu (senior) atau ulama terdahulu akan menjadikan mereka beringas mengartikan agama. Pemahaman mereka tentang sebuah golongan dan fanatisme golongan tertentulah juga membuat mereka berbuat teror. Menganggap faham lain tidak benar, dan hanya faham mereka saja yang benar. Mereka tidak menyadari bahwa faham-faham yang lain juga ada dan hidup serta tumbuh di sekeliling mereka.
Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat 93, “dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Neraka Jahannam, kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutuknya serta menyediakan azab yang sangat besar baginya”. Di samping itu Rasulullah bersabda, “Siapa yang keluar dari ketaatan dan berpisah dari jamaah kemudian ia mati, maka matinya adalah mati jahiliah.”

Hal ini sering terlihat, jika ada pengeboman satu tempat maka yang terbunuh juka mereka orang-orang yang tak berdosa dan mereka orang-orang mukmin. Sabda Nabi jama’ah yang dimaksud adalah Islam. Mereka yang keluar dari aturan-aturan jama’ah (Islam) maka kalau dia mati, maka matinya seperti orang-orang jahiliyah pada masa Islam belum turun. Dari itu, fahamilah bahwa Islam selalu mengajak orang untuk mempercayainya dengan cara-cara perdamaian dan kerukunan. Islam tidak memaksakan kehendak (Islam) itu sendiri, bagi mereka yang sudah mempunyai agama. Justru kita tentu ingat kisah Sayyidina Abu Bakar ra, yang memerangi orang Islam yang tidak mau membayar zakat.  Jadi coba sekarang terorisme beralih kepada mereka-mereka yang tidak mau shalat, tidak mau berzakat mungkin itu lebih baik, tentu dengan cara-cara yang santun dan dibenarkan oleh Negara kita.

Islam tidak mengizinkan seseorang memerangi siapa pun yang tidak bersalah.  Konsep rahmatan lil ‘alamin dalam Islam adalah menjadi dasar bagi umatnya untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam. Alam tidak hanya didiami oleh hewan dan tumbuhan saja, akan tetapi juga didiami oleh makhluk manusia lain yang tentu agama, warna kulit, ras, budaya serta keyakinannya berbeda satu sama lain. Islam juga mengajarkan kita untuk menghormati pemimpin kita dengan dalil Al-Quran yang jelas. Apabila pemimpin melarang untuk memerangi mereka yang tidak bersalah, haruslah semua waranya taat atas perintah tersebut. 
Faktor kemajuan masing-masing daerah dalam menyebarkan Islam juga berebeda-beda, zaman jahiliyah dan Arab memang dengan perang. Namun, zaman modern dan Indonesia, bukan dengan perang, melainkan pernikahan, perniagaan dan dakwah yang santun. Amiin.

Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di Kemnag Kota Bima dan anggota PHBI Kota Bima.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pendidikan

Bima, Bimakini.com.- Program pemberian tunjangan profesi menjadi sorotan 3,7 juta guru di Indonesia. Hal itu setelah munculnya kabar akan dihapuskan oleh Mendikbud Muhajir Effendy....

Pemerintahan

Bima, Bimakini.com.-Sekitar 58 desa di Kabupaten Bima akan menggelar pemilihan kepala desa (kades) secara serentak. Momen Pilkades harus dipandang sama dengan Pemilihan Kepala Daerah...

Pemerintahan

Dompu, Bimakini.com.- Pemuda diharapkan meningkatkan wawasan kebangsaan, juga sebagai elemen menjaga harmoni kehidupan bangsa. Saat ini, banyak yang bisa memengaruhi cara berfikir dan bertindak...

Politik

Bima, Bimakini.com.- Kampanye terbatas tahap  kedua di Kecamatan Langgudu,  Minggu (11/10/2015), dilakukan pasangan calon (Paslon) Bupati/Wakil Bupati Bima, Syafrudin- Masykur (Syukur). Didesa setempat, mereka...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.com.- Warga Kelurahan Rabadompu Timur mendatangi kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, Rabu (7/10/2015. Namun, mereka kecewa karena di kantor Pemkot Bima pejabat...