Connect with us

Ketik yang Anda cari

Sudut Pandang

Menguji Getaran Hati

Muhammad Fikrillah

Jumatan menyapa lagi. Pengulangan rutinitas yang dimaksudkan untuk muhasabah bagi umat Islam. Alangkah indahnya melihat kaum Muslim berbondong-bondong memenuhi shaf dan memaksimalkan zikir.  Suatu ekspresi persatuan umat. Al Insan (manusia) itu dekat akarnya dengan An Nisyaan (lupa), sehingga forum Jumatan adalah momentum sekaligus mekanisme yang digariskan Allah sebagai pengingat rutin taqwa.

Shaf Jumat tadi siang, kaum muda terlihat banyak. Ada semacam gairah baru yang melingkupi kaum muda. Semoga saja menandai level peningkatan keimanan untuk menopang karakter menghadapi tantangan zaman. Start awal 2013 dalam balutan semangat ruhaniah pada level tinggi. Semoga demikian. Namun, fakta buram pun terlihat, masih banyak umat Islam tidak peduli lagi soal kewajiban mingguan ini. Saja khatib naik mimbar, bahkan shalat, arus kendaraan masih lalu-lalang di jalanan umum. Memang, bisa jadi tidak semuanya Muslim. Tetapi, dalam konteks lingkungan saya, bisa dipastikan para pengendara itu didominasi Muslim. Pun masih ada yang kongkow dan berkeliaran di lingkungan sekitarnya. Ketelanjangan pembangkangan seperti itu adalah panorama buruk dan menjadi ‘duri dalam daging’ umat Islam.      

Padahal, panggilan Jumatan tidak main-main, jika mampu diresapi maknanya. Dalam surah Al-Jumuah ayat 9, Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, apabila sudah dipanggil untuk mengerjakan shalat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Hal yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Itu pesan agama kepada orang yang beriman.

Momentum rutinitas Jumatan merupakan media untuk menguji getaran hati umat Islam. Apakah masih ada titik-titik kesadaran ruhaniah ketika azan mengumandang, memenuhi kanvas langit. Apakah masih ada ‘ruang lorong taqwa’ yang tersedia di labirin hati terdalam kita masing-masing. Apakah hentakan gemuruh azan yang bersahutan pada berbagai lokasi mampu memasuki dinding kesadaran.

Semangat ini sejalan dengan anjuran khatib tadi, keharusan Muslim memerbarui atau me-recharge iman agar semakin mantap. Agama mengingatkan, mereka yang meninggalkan shalat Jumat hingga tiga kali berturut-turut diberi tanda hitam dalam hatinya. Seberapa kualitas keburaman hati ketika rangkaian Jumat selama ini selalu ‘bopeng’? Hanya Allah Yang  Mahatahu.

Dalam konteks menguji getaran hati jamaah, selain dorongan internal diri, juga mesti didukung oleh performa khatib. Mereka mesti tampil maksimal dengan persiapan matang. Semangat cara Nabi menyampaikan pesan Jumat mesti dikuasai. Dalam kerangka dakwah, menyampaikan pesan suci ini tidaklah sederhana.  Kalau hanya sekadar membaca buku, bahkan minim menatap audiens (jamaah) menyebabkan tujuan khutbah gagal. Bukannya menguji getaran hati, tetapi justru mengusiknya. Bahkan, pesan Jumat hanya menjadi sajian nikmat pengantar tidur. Fungsi Jumat sebagai pengingat rutin taqwa bisa gagal.

Saya ingin mengutip buku ‘Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim’. Saat membahas Kembalikan Ruh Khutbah, Salim A. Fillah, penulis buku,  menyatakan Nabi mengajarkan aroma khutbah yang seharusnya adalah suasana perang. Suasana penuh ancaman, penuh kobaran semangat. Bahkan, lebih dahsyat karena berkaitan dengan soal siksa dan nikmat akhirat. Tidak ada satu pun jamaah, termasuk khatib, yang boleh merasa aman dari azab Allah. Penggiringan suasana seperti itu adalah tanggungjawab khatib. “Adalah Nabi shalallahu alaihi wa sallam apabila berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya meninggi, kemarahannya sungguh-sungguh. Beliau bagaikan komando pasukan perang yang sedang berkata ‘musuh menyerang kalian pada pagi hari’ dan ‘musuh datang sore-sore’” (HR Muslim (2/592, 3/352).      

Sesungguhnya Jumat itu penuh berkah. Posisi keutamaan ini yang belum sepenuhnya dimengerti oleh umat Islam.  Rangkaian hadis Nabi bisa menjawab sejumlah keutamaan Jumat. Hadis riwayat Hurairah dan Muslim “Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari Jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintaannya”.

Pada hadis lain dikatakan “Sesungguhnya pada hari Jumat terdapat waktu mustajab bila seorang hamba Muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya waktu itu” (Muttafaqun Alaih)

Bahkan, bersedekah pada hari Jumat pun diganjar keutamaan dibandingkan hari lainnya. “Sedekah pada hari Jumat dibandingkan dengan sedekah pada enam hari lainnya laksana sedekah pada bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya”. Hadis dari Ka'ab menjelaskan: “Dan sedekah pada hari itu lebih mulia dibanding hari-hari selainnya” (Mauquf Shahih)

Soal kerapian pun tidak luput dari ganjaran bagi mereka yang melaksanakannya. “Siapa yang mandi pada hari Jumat, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi diantara dua orang untuk dilewatinya, kemudian shalat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jumat” (HR. Bukhari)

Hadis dengan semangat senada juga digambarkan di bawah ini. “Siapa yang mandi pada hari Jumat, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah)

Siapa saja Muslim yang menggairahkan shalawat, maka derajatnya akan diberi level tinggi oleh Allah. “Perbanyaklah shalawat kepadaku setiap hari jum'at karena shalawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari Jumat, maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku” (HR.Baihaqi dengan sanad shahih).

Hati manusia bisa berkarat jika tanpa rutinitas pengasahan dan tanpa pasokan nutrisi gizi nilai keimanan. Ini pula yang menjadi bagian dari khutbah sang khatib tadi. Nah, momentum Jumatan adalah satu titik balik untuk merawat kualitas getaran hati. Dari berbagai keutamaan ibadah Jumatan itu, sangat disayangkan jika umat Islam melewatinya begitu saja.

(pernah dimuat di lifestyle-catatan harian-kompasiana)

 

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Opini

(Ilham Abdul Rasul) (Sekretaris DPD KNPI Sulawesi Selatan) Terminologi demokrasi sering disejajarkan dengan terminologi kebenaran, oleh karena “benar”didefinikan sebagai sesuatu yang dapat diterima oleh...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.com.-  Hujan lebat yang mengguyur Kota Bima, dua hari terakhir menyebabkan kondisi jalan berlumpur dan bebatuan akibat banjir gunung yang menerjang badan...

Hukum & Kriminal

Ibu Anang, Kartini, mengaku terpukul karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Bahkan, sedang menyiapkan diri mengikuti prosesi khataman Quran, sedangkan adiknya akan dikhitan. Namun, karena...

Dari Redaksi

Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Bima telah memeriksa delapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bima yang tidak mengikuti studi banding ke Batam....