Dompu, Bimakini.com.-Rehabilitasi rumah tidak layak huni atau ‘bedah rumah’ program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) RI di Kabupaten Dompu, menuai protes dari sejumlah masyarakat miskin. Mereka mengekspresikannya dengan cara demonstrasi, Selasa (15/1) lalu.
Bagaimana penjelasan pihak Satker pelaksana teknis program tersebut?
Kepala Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana Bapeda dann Litbang Kabupaten Dompu, Ir. Abdul Muis, menjelaskan, Kabupaten Dompu mendapat bantuan 3.180 unit rumah tidak layak huni. Dompu menempati posisi enam besar se- Indonesia dan posisi pertama se-NTB.
Tataa cara pelaksanaannya, yakni sistem delivery. BSPS Tahun 2012 ini, Bappeda mengacu pada Permenpera Nomor 14 Tahun 2011 dann PMK Nomor 81/PMK.05/2012. Selain itu, mengacu pada surat edaran (SE) Menteri Nomor 01 dan 02 Tahun 2012.
Tahun 2012 lalu, lanjut Abdul, diusulkan 9.365 rumah. Namun, yang bisa diakomodir hanya 3.180 unit rumah. “Karena keterbatasan keuangan negara, sehingga sedemikian yang bisa di-acc (acceptable, disetujui). Tapi, ini menurut kami sudah sangat luarbiasa dibanding kabupaten lain di NTB,” jelasnya melalui telepon seluler, kemarin.
Jika ada yang belum tercakup, katanya, akan diusulkan laga pada 2013 hingga 2014. Anggaran BSPS
senilai Rp6 juta per unit rumah. Pencairannya dilakukan dalam dua tahap dan langsung masuk ke rekening penerima manfaat. “Dibelanjkan sendiri didampingi TPM-nya dengan acuan RAB yg dibuat oleh TPM berdasar kondisi rumahnya,” ungkap Muis.
Mengenai rumah pemenerima manfaat, kata dia, Satker mengusulkan setelah menerima dari kelurahan/desa yang disusun oleh oleh UPK masing-masing desa/kelurahan tersebut. “Yang jelas ini untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Perlu diketahui di sini ada istilah BNBA (by name by address) di mana rumah yg disebut sesuai dengan pemilik berdasar KTP yang diusulkan,” terangnya.
Kalau untuk bahan, lanjut Muis, Satker sudah berkali-kali menjelaskan kepada TPM, bahwa yang dibelanjakan dan yang diganti adalah bagian fisik rumah yag sudah tidak layak. Saat ini, Satker menangani 3.180 rumah dan standar layak atau tidak layak huni itu, berdasarkan aturan Kemenpera. “Untuk kegiatan BSPS ini, ada laporan persentasenya, 30 persen dan 100 persen. Jadi jangan kuatir, kami sebagi Satker bekerja sesuai aturan,” tandasnya.
Muis menambahkan, Kabupaten Dompu di Kemenpera dijadikan contoh dalam hal administrasi pengusulan dan verifikasi. Untuk dua BRI percontohan tingkat nasional dalam proses pencairan, BRI Tangerang dan BRI Dompu. “Kalo pelaksanan ini suksen dan kondusif, daerah kita bisa dapat 6.000 unit rumah tidak layak huni yang dibantu,” pungkasnya.
Sebelumnya massa yang berdemo menilai, pelaksana program tersebut tidak memenuhi asas keadilan dan tidak transparan. Mereka mendesak agar pelaksana program BSPS menginvestigasi rumah kumuh, karena ada yang mendapat bantuan namun kondisi rumah masuk kategori layak huni. Sebaliknya, yang tidak layak huni, justru tidak mendapat bantuan. (BE.19)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
