SETIAP sudut pinggir jalan di berbagai wilayah Kota Bima kini ramai terlihat pembangunan barugak untuk tempat kongkow simpatisan partai. Ada yang menyebutnya Posko (Pos Komando), istilah berbau militer khas Orde Baru. Pemilik barugak dapat dikenali dari warna cat dan foto pasangan bakal calon yang dipasang di dalamnya. Sejauh ini barugak menjadi tempat bermain kartu dan berkumpul untuk membicarakan seputar dinamika Pemilu Wali dan Wakil Wali Kota Bima.
Fenomena lainnya adalah jarak barugak yang berdekatan. Bergantung warna kecenderungan pilihan warga setempat yang memiliki lokasi. Ada yang hanya berjarak sekitar lima meter, seperti di Kelurahan Sarae. Di Kelurahan Paruga, ada barugak milik pasangan Fersi tepat berada di depan Sekretariat DPC Partai Demokrat. Selama perbedaan itu mampu disikapi arif dan diletakkan dalam bingkai sinergi berdemokrasi, tidak masalah. Perbedaan warna dan pilihan politik ‘dihalalkan’ oleh mekanisme demokrasi. Hanya saja, kedewasaan politik tidak sepenuhnya merata, intrik selalu melekat dan mereka yang berada di bagian ‘akar rumput’ sosial seringkali tidak bisa mengendalikan diri.
Ini yang harus selalu diwaspadai, karena benturan kepentingan politik, dalam catatan empiris, sama bahayanya dengan unsur SARA. Syahwat politik elit kadang tidak bisa dikendalikan dan memanfaatkan simpatisan untuk mengeruhkan suasana atau berpadu dengan fanatisme buta massa.
Ada dua sisi yang menarik didiskusikan. Memahami perbedaan sebagai fakta sejarah, isu pembuatan barugak karena tekanan pengurus partai politik terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pejabat menyokong dananya. Sisi ini harus segera ditelusuri oleh pihak terkait karena PNS seharusnya menunjukkan netralitasnya di panggung politik sebagai ekspresi pengabdian mereka sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. Tekanan terhadap PNS, biasanya rawan muncul dari pengurus partai politik tempat pasangan bakal calon bercokol atau wilayah asal penguasa.
Kita mengharapkan warna perbedaan dan maraknya barugak itu menyuguhkan harmonisasi, karena sisi monoton selalu menjemukan. Bukankah pelangi terlihat indah karena akumulasi warna di horison langit? (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
