Ada yang menghentak dari Bumi Nggahi Rawi Pahu. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Dompu rupanya menarik uang senilai Rp2 juta dari puluhan calon Kepala Sekolah (Kasek) yang lulus tes pekan lalu. Sebagaia untuk biaya pembekalan, honor Tutor, makan-minum, dan penginapan. Sisanya untuk umbangan hari ulang tahun pendidikan dan siswa miskin yang berprestasi. Meski demikian, pungutan yang diakui hasil musyawarah itu tetap saja menjadi bahan perbincangan hangat kalangan pendidikan dan masyarakat umum.
Hal menarik adalah Bupati Dompu H. Bambang bereaksi dan meminta semua uang itu dikembalikan. Pihak Kejaksaan pun menyentil dan masih sebatas memaklumi jika telah mengembalikannya. Anggap saja itu jeweran Bupati terhadap Kadis Dikpora, kata Kajari Dompu, Mursito. Jadinya, soal uang memang selalu membikin ramai suasana.
Ada dua hal yang perlu dicermati dari kejadian itu. Pertama, keabsahan tes menjadi calon Kasek sebelumnya telah diingatkan oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Harus ada lembaga kredibel yang ikut menilainya agar hasilnya objektif dan tentu saja dapat dipertanggungjawabkan. Masalahnya, kepentingan ‘nonpendidikan’ sangat berpeluang ‘bermain’ dan ‘dimainkan’ oleh pihak tertentu. Jabatan Kasek sangat strategis, karena banyak kegiatan dan pembangunan fasilitas yang ada anggarannya. Sejauhmana hasil tes itu bisa dipertanggungjawabkan? Sisi ini yang mesti ditagih.
Kedua, soal uang yang terseret dalam seleksi itu. Jika penarikan uang itu terus dibudayakan, maka akan muncul kesan bahwa pendidikan belum bisa membebaskan dirinya dari belitan uang yang menjebak itu. Penilaian minor publik dan mungkin saja kalangan internal pendidikan sudah merebak bahwa selalu ada cara untuk menarik sesuatu dari momentum tertentu agar memiliki ‘nilai ekonomis’. Bisa jadi ada yang menilai bahwa bandrol Rp2 juta itulah yang menjadi titik awal nilai jabatan itu.
Tampaknya, perlu evaluasi ulang soal bagaimana keseluruhan mekanisme seleksi calan Kasek, berikut rincian tindakan di dalamnya. Jika sudah ada panduan yang ditetapkan secara baku, maka protes seperti ini bisa ditekan. Kita mengharapkan cara seperti itu dieliminasi agar citra pendidikan tidak tercoreng. Dalam upaya menaikkan level kualitas pendidikan, harus dibangun semangat kolektif menuju sasaran. Jangan sampai detail-detail soal penarikan seperti itu menghambat laju semangat dan dukungan masyarakat untuk pembangunan pendidikan. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.