Kota Bima, Bimakini.com.- Beberapa kebijakan pemerintah, misalnya dalam penempatan pejabat dan penyusunan program pemberdayaan masyarakat, kerap menuai kontroversi. Untuk meminimalisasi hal itu pemerintah diharapkan berkolaborasi dan bersinergi dengan kalangan kampus.
Akademisi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima, Alfi Syahrin, M.Si, mengatakan selama ini pemerintah daerah cenderung memandang kampus tidak memiliki investasi dan nilai strategis. Padahal, di negara maju justru menggandeng kampus, karena sumber inspirasi untuk perubahan yang besar berada pada kampus. Di sanalah gudang intelektual yang bisa mengembangkan konsep-konsep dalam menghadapi dinamika masyarakat.
“Pemerintah harus mendisain kebijakan yang melibatkan akademisi, terutama berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Pihak penyelenggara Perguruan Tinggi juga harus bermitra dengan pemerintah, seperti yang dilakukan di negara luar,” katanya di Bima, kemarin.
Dikatakannya, selama ini atensi pemerintah dalam memberikan bantuan untuk masyarakat luarbiasa tinggi, tetapi implementasinya tidak tepat sasaran. Contohnya, warga yang diberikan modal bengkel justru menjual semua peralatan, diberikan modal usaha, namun tidak mampu produktif. Oleh kaena itu, perlu strategi dan satu di antaranya kolaborasi dengan kampus. Salahsatu program yang bisa dikembangkan dalam mendongkrak kesejahteraaan, pemerintah dan pengelola kampus mewujudkan pendidikan enterpreneurship yang berbasis intelektual.
“Selama ini memang kebanyakan Perguruan Tinggi di Bima prinsipnya lebih mengarah pada money oriented atau komersialisasi pendidikan, bagaimana memeroleh pendapatan dari mahasiswa tanpa memikirkan kualtias. Tetapi, hal inilah yang harus jadi atensi bersama,” katanya.
Menurutnya, kualitas sumberdaya manusia yang ditempatkan pada birokrasi menjadi kelemahan mendasar di daerah, sehingga tidak mengubah pola pelayanan. Padahal, sejatinya birokrasi harus bisa menjadi leading sector yang menggerakkan lini-lini lain untuk masyarakat. Selama ini, pemerintah cenderung menciptakan birokrasi akomodatif karena pertimbangan kontribusi atau jasa politik. “Walaupun ini tidak bisa dihindari, kualitas SDM harus menjadi atensi Kepala Daerah. Karena selama ini politik birokrasi di daerah kita cenderung melemahkan kompetensi orang yang ditempatkan pada berbagai posisi,” katanya.
Dikatakannya, selain membenahi sistem, setelah berkolaborasi dengan akademisi, pemerintah juga bisa merumuskan beberapa kebijakan atau skala prioritas yang sudah melalui beberapa pertimbangan bersama, terutama yang berkaitan dengan investasi.
“Untuk membenahi keuangan daerah pemerintah harus mampu menciptakan dinamisasi dan iklim investasi yang kondusif, misalnya mendongkrak sektor pertanian dan perikanan dan tidak menutup kemungkinan sektor pertambangan dengan dibarengi sosialisasi intensif, sehingga tidak muncul resistensi,” katanya. (BE.17)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.