Bima, Bimakini.com.- Sejumlah petani di Kecamatan Soromandi Kabupaten Bima semakin merana lantaran intensitas hujan semakin berkurang. Bahkan, tiga pekan terakhir hujan “absen” di wilayah setempat. Akibatnya, petani terancam gagal panen. Meereka menggelar shalat meminta hujan (istisqa).
Petani desa Punti, Syamsuddin, mengaku merana lantaran hujan yang tidak kunjung muncul selama tiga pekan terakhir. Hal yang sama juga dialami hampir seluruh petani lain. Hujan sangat dibutuhkan petani, karena rata-rata umur tanaman baru satu bulan lebih.
“Terus-terang kami pusing saat ini, karena hujan nggak pernah turun lagi. Rata-rata petani di desa kami dan desa lain mengeluh, bayangkan saja kami sudah mengeluarkan biaya banyak,” katanya di Soromandi, kemarin.
Menurut Sekretaris Desa Punti ini, jika tiga hari ke depan hujan tidak kunjung ada, maka petani di Soromandi akan gagal panen dan mengalami kerugian puluhan juta rupiah. Sebab, selama ini sudah mengeluarkan biaya benih, tanam, pupuk dan perawatan. Berdasarkan data Pemerintah Desa, luas areal tanam di wilayah setempat lebih dari 200 hektar. Umumnya mengandalkan lahan tegalan.
“90 persen penduduk di Soromandi terutama di desa kami merupakan petani, satu petani menanam sedikitnya dua hektar, sehingga kalau gagal panen maka kerugian mencapai belasan hingga puluhan juta setiap petani,” katanya.
Diakuinya, dua hari lalu warga desa setempat sudah melaksanakan shalat meminta hujan di lapangan, sama seperti yang dilakukan masyarakat lain di Kecamatan Soromandi. “Awalnya rata-rata petani gembira karena tanaman sangat subur, hujan hampir setiap hari, tapi kini tiba-tiba terhenti. Kalau bisa kami mengingikan informasi yang maksimal dari petugas Dinas terkait, agar bisa mengantisipasi hal terburuk,” harapnya.
Keluhan yang sama disampaikan Ahmad, petani desa Wadukopa. Seluruh petani di desa setempat rata-rata mengeluh karena intesitas hujan tiba-tiba berkurang. “Rata-rata warga sudah nggak bersemangat karena bayangan gagal panen seperti sudah di depan mata,” katanya.
Ahmad berharap ke depan pemerintah mengantisipasi persoalan yang dihadapi petani dengan membangun bendungan, karena rata-rata memanfaatkan lahan tegalan. “Kalau petani yang menggunakan areal sawah mungkin nggak terlalu pusing, tapi kami di sini rata-rata bertani di tanah tegalan, jadi sangat susah kalau masalah air,” katanya. (BE.17)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.