Bima, Bimakini.com.- Untuk lebih meningkatkan pemahaman pelaku Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (MPD), maka digelar pelatihan lanjutan Ruang Belajar Masyarakat (RBM). Kegiatan yang dipusatkan di hotel Parewa dan berlangsung dua hari itu, Kamis – Jumat, diikuti 56 peserta dari delapan kecamatan di Kabupaten Bima.
Penanggungjawab PNPM MPD Kabupaten Bima, Mansyur, mengatakan pelatihan lanjutan RBM ini untuk memberi pemahaman ditiga bidang, yakni monitoring, hukum dan media. Kegiatan serupa pernah dilakukan tahun sebelumnya, namun tingkat dasar.
“Dari evaluasi sebelumnya, dibutuhkan untuk mengadakan pelatihan serupa, namun untuk lanjutan, agar bisa lebih memahami tentang bagaimana mekanisme dan proses pemantauan program dan aspek hukumnya,” katanya di Hotel Parewa, Kamis (14/2).
Dalam aspek monitoring, kata Mansyur, peserta diharapkan dapat memahami mekanismenya, namun juga dapat memberi pemahaman pada pelaku lainnya. Demikian juga dengan masyarakat, agar pelaksanaan program PNPM MPD di kecamatan masing-masing berjalan sesuai harapan. “Pelaksanaan program ditingkat lapangan terkadang berhadapan dengan aspek hukum, sehingga peserta harus memahami bagaimana penyelesaiannya,” jelasnya.
Selain monitoring dan pemahaman tentang hukum, kata dia, peserta juga dibekali dengan pengetahuan media. Agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dapat terpublikasi dengan luas. Maka saat ini PNPM MPD telah memiliki spesialis dibidang Information Education Communication (IEC) . “Kami juga memiliki spesialis hukum, ketika ada masalah yang terkait hukum, maka ada yang menanganinya,” ujarnya.
Kegiatan itu dibuka oleh Penanggungjawab Operasional (PJO) PNPM MPD Kabupaten Bima, Adnan Jamal, SSos. Pembicara untuk monitoring oleh Hasan dan Pengetahuan Hukum oleh Kisman, SH. Materi untuk media disampaikan oleh Sofiyan Asy’ari.
Sementara itu, Hasan menjelaskan Monitoring atau pemantauan pelaksanaan PNPM MPD dibutuhkan untuk mengukur pencapaian tujuan atau sasaran kegiatan. Selain itu untuk mengetahui apakah ada hambatan dalam pelaksanaan di lapangan, koordinasi yang efektif dan bagaimana mengatasi jika muncul kesenjangan.
Dijelaskan Hasan, sisitem monitoring adalah pengumpulan data atau informasi secara reguler dan terus menerus untuk menghasilkan indikator perkembangan dan pencapaian kegiatan yang telah ditetapkan. Apa yang menjadi indikator sangat dibutuhkan untuk pemangku kepentingan program.
Dijelaskannya, sisitem monitoring efektif dirancang dengan mempertimbangkan metode dan pendekatan yang digunakan. Sistem pelaporan yang terkoordinasi, perimbangan antara jenis dan banyaknya indikator digunakan. Tingkat pemilahan indikator, frekuensi, waktu serta periode pengumpulan data.
Umumnya, kata Hasan, ada persoalan klasik yang ditemui dalam pelaksanaan monitoring. Adanya pembagian peran dan tanggungjawab antarpelaku yang kurang jelas. Tanggungjawab tidak dialokasikan dengan jelas atau secara efektif. “Penegakan aturan-aturan formal lemah, sehingga koordinasi lemah, terjadi duplikasi, persaiangan, kesenjangan serta penundaan pelaksanaan tanggungjawab,” katanya.
Sementara itu mengenai penyelesaian sengketa melalui mekanisme hukum yang disampaikan Kisman, SH. Bahwa penyelesaian sengketa hukum dalam masyarakat dapat ditempuh melalui dua jalur, yakni penyelesaian di dalam pengadilan (ligitasi) dan luar pengadilan (non ligitasi). Model ligitasi memiliki kekuatan hukum mengikat pihak yang bersengketa. “Penyelesaian sengketa melalui non ligitasi secara konsep memiliki manfaat lebih besar dan menguntungkan dua belah pihak, karena ada kemungkinan terbangun solusi “menang-menang”.
“Tapi para pendamping hukum juga harus dibekali kemampuan dan keterampilan untuk dapat menyelesaikan sengketa atau perkara melalui hukum atau pendekatan ligitasi,” ujarnya. (BE.16)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.