Ada aspirasi yang muncul dari pejabat di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Dompu. Pejabat setingkat Kepala Seksi, Ibrahim Mahmud, secara lugas meminta Dinas itu dibubarkan saja. Lho? Pemicunya tidak ada nakoda yang mengendalikan instansi itu sejak beberapa waktu terakhir.
Alur logika Ibrahim sederhana saja. Jika suatu kapal tanpa nakoda, bisa dibayangkan arah pergerakan kapal. Kemungkinannya beragam. Kapal bisa melayari jalur yang tidak biasanya, semau anak buah kapal bisa merasa sebagai nakoda. Kondisi kekosongan seperti selayaknya tidak terjadi, apalagi dalam kondisi mentalitas pegawai yang masih perlu diarahkan dan level kedisiplinan yang terbilang rendah. Tentu saja, itu berbahaya bagi eksistensi suatu instansi.
Sindiran Ibrahim itu terasa menghentak karena diekspresikannya melalui pernyataan pers ke media massa. Bisa jadi, pilihan itu merupakan akumulasi tingkat keresahannya melihat kondisi lingkungan kerja yang amburadul karena tanpa pengawasan memadai dari atasan. Itu adalah kritikan internal birorkasi yang mesti dijadikan bahan evaluasi oleh Pemerintah Kabupaten Dompu.
Pada aspek lain, sorotan Ibrahim mengarah pada budaya kedisiplinan ketika pimpinan tidak berada di tempat kerja. Mereka yang berkomitmen tinggi terhadap tugas dan tanggungjawabnya akan bersikap normatif ketika menghadapi kondisi apapun. Tidak peduli apakah atasan ada ataukah tugas dinas keluar daerah. Tetapi, mereka yang ingin ‘mengambil hati’ atasan akan tampak bersemangat ketika ada dan ogah-ogahan ketika tidak di tempat.
Nah, apakah sisi ini juga yang menjadi angle pengamatan Ibrahim, semoga saja tidak. Masalahnya, jika itu terjadi, maka ‘arah kiblat’ pengabdian para pejabat Disbudpar atau Dompu umumnya mesti segera diluruskan. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.