Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Berpolitik Menggunakan Hati Nurani

(Ilham Abdul Rasul)
(Sekretaris DPD KNPI Sulawesi Selatan)

Terminologi demokrasi sering disejajarkan dengan terminologi kebenaran, oleh karena “benar”didefinikan sebagai sesuatu yang dapat diterima oleh kebanyakan orang dan secara logis terterima akal sehat, dalam perspektif ini kata benar lebih diarahkan untuk mengakomodasi kepentingan subjektif individu yang terasoasisi dalam suatu interaksi yang bersifat komunal.

Sebuah pendekatan berdasarkan asas manfaat dengan meminimalisasi risiko konflik kepentingan. Oleh sebab itulah, mengapa demokrasi dianggap sebagai sistem yang tepat bagi bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara,  karena dianggap mampu mengapresiasi dan  memberi ruang partisipasi yang memadai bagi kebanyakan orang. Atau dengan kata lain, demokrasi menjamin ruang aktualisasi kepentingan masing-masing individu sebagai nation dalam kehidupan kelompok yang terasosiasi ke dalam negara sebagai state. Karena itulah, demokrasi lalu diartikulasi sebagai kehendak bersama untuk pencapaian tujuan secara
bersama
Dalam hal pencapaian tujuan tersebut,  secara logis akan melahirkan interaksi yang bersifat massif sebagai akibat dari cara pandang bahwa untuk disebut sebagai pihak yang benar, maka harus didukung oleh kebanyakan yang lain. Massifitas interaksi menjadi prasyarat bagi kukuhnya komunitas, pada sisi perluasan atau ekspansi kelompok dibutuhkan bukan hanya massifitas, namun lebih pada kualitas interaksi itu sendiri. Oleh karena itulah, dalam interaksi dibutuhkan sejumlah variabel terukur untuk menjamin tingkat efektivitas dari suatu interaksi ber-interest, variabel terukur bagi jaminan kualitas tersebut satu diantaranya adalah kemampuan menyelaraskan kepentingan objek lawan interaksi. Inilah yang kemudian secara politik disebut sebagai konsolidasi politik  atau suatu cara sistematis mengorganisasi kepentingan objek dan menempatkannya  secara proporsional.
      Proposisi objek selanjutnya diatur secara apik melalui struktur yang terlembaga yang dilengkapi dengan rumusan aturan main sebagai kerangka organisatoris dalam menentukan standar kewenangan setiap objek, dengan kewenangan itulah setiap individu yang tadinya menjadi objek berubah menjadi subjek yang bekerja berdasarkan mainframe tujuan atau kepentingan melekat pada setiap subjek yang telah beralih fungsi sebagai pelaku organisasi.
Peralihan fungsi individu dari objek menjadi subjek berdampak positif bagi pemberdayaan individu dalam komunitas, sebab semua akan bergerak berdasarkan proporsi kewenangan yang melekat terhadap setiap individu. Dengan demikian, hal ini menjadi kesempatan yang baik bagi setiap individu untuk menentukan tahapan karier. Pada sisi inilah setiap pelaku organisasi diperhadapkan dengan dinamika persaingan secara internal, dinamika persaingan dalam kelompok bisa memberi dua dampak sekaligus yakni dampak positif sekaligus negatif.  Secara positif, dinamika kelompok sangat penting bagi pendewasaan karakter individu dalam kelompok dan dari sisi pengetahuan setiap individu memiliki pengalaman bagi pengayaan pengetahuan konflik. Akan tetapi, akan memberi efek negatif  jika konflik dalam kelompok tidak didasari dengan bangunan ideologi dan visi kelembagaan, hal ini akan menjadi ancaman serius bagi berakhirnya suatu kelompok yang terorganisir. Oleh karena itulah,
penting bagi setiap komunitas yang terorganisir lebih awal menetapkan garis dasar perjuangan sebagai dasar gerak dan pengendali operasional bagi setiap individu yang akan bergabung di dalamnya.
Fenomena pelembagaan komunitas pada era demokrasi kian menunjukkan sisi gagal, terutama jika hal itu dikaitkan dengan agenda perubahan bangsa. Setting dan pola gerakan bertema perubahan untuk kehidupan masyarakat lebih berkualitas kerap menjadi jargon, lalu secara terencana di-publish dengan sentuhan estetika untuk membangun mainset dan branding politik agar tercitra positif. Cara ini sangat mirip dengan disain pasar perusahaan multilevel marketing (MLM), dimana konsumen secara langsung dilibatkan secara aktif menjadi pelaku untuk perluasan pasar produk, tanpa dibarengi dengan penunjukkan fakta empirik sebagai bukti keandalan suatu produk, melainkan hanya sejumlah impian tidak terukur dengan gambaran keberhasilan yang sama sekali unfact (tidak faktual).
Cara lain yang lebih pragmatik dalam bangunan interaksi politik kekinian adalah menyentuh sisi kepentingan jangka pendek objek politik (rakyat) atau yang biasa diistilahkan dengan execution direct (eksekusi langsung) dimana subjek dan objek melakukan take and give (memberi dan menerima) sesuatu dengan harapan si objek dapat menjadi bagian dari pencapaian obsesi politik seseorang secara jangka pendek. Hal ini lebih mirip  dengan interaksi penjual dan pembeli di pasar tradisional. Perilaku politik semacam ini berdampak pada semakin jauhnya hubungan emosional antara subjek dan objek politik yang secara linier akan menghilangkan tingkat ketergantungan satu sama lain. Padahal, secara substansi  antara subjek dan objek politik merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan akan selalu terikat dengan pertautan kepentingan tanpa ada batas ruang maupun waktu.
Oleh sebab itu, dibutuhkan redefinisi terhadap demokrasi. Demokrasi bukan melulu sebagai penyelia ruang partisipasi dan aktualisasi politik, sebab hal tersebut hanya mampu menjawab kepentingan simbolik pelaku. Akan tetapi, yang terpenting bagi demokrasi adalah sejauhmana ruang partisipasi dan aktualisasi tersebut menjamin tercapainya harapan bersama untuk kehidupan masyarakat yang lebih berkualitas, pertautan dan mekanisme interaksi antara subjek dan pelaku politik harus dapat dijawab secara aplikatif oleh pelaku demokrasi, khususnya partai politik untuk menjaga stabilitas kehidupan demokrasi diindonesia. Mekanisme interaksi dalam konteks ini harus berjalan terus-menerus sebagaimana perjalanan kehidupan manusia. Untuk menjamin hal tersebut dapat diaplikasikan, maka pelaku politik perlu:
Pertama,  konsisten melaksanakan amanah kelompok sebagai pengejawantahan marwah dan spirit awal dibentuknya kelompok tersebut dan secara aplikatif semua pelaku politik yang terlembaga harus bisa menempatkan kepentingan bersama sebagai sesuatu yang utama dan menomorduakan kepentingan individu. Kendati dalam kehidupaan komunitas tidak dilarang bagi setiap anggota komunitas untuk menggapai atau berusaha menggapai obsesi politik personel mereka.
Kedua, perekrutan anggota secara kualitatif; dalam hal perekrutan  anggota atau calon legislatif, partai politik lebih didominasi oleh pikiran bahwa calon anggota harus memiliki nilai tambah bagi perluasan jaringan partai. Dari domain seperti itu, maka partai politik cenderung merekrut anggota berdasarkan variabel pengaruh dan terkadang melupakan aspek ideologi dan kualifikasi seseorang. Hal ini berdampak pada lemahnya sensitivitas terhadap nasib rakyat dan rendahnya daya kritis partai politik terhadap kebijakan pemerintah.
Ketiga, membuka saluran komunikasi langsung dengan rakyat. Pada era modern yang dilengkapi dengan fasilitas IT seperti saat ini, komunikasi semakin mudah dilakukan. Komunikasi yang dimaksud dalam konteks ini adalah secara proaktif mencaritahu permasalahan kerakyatan dan secara progresif mencari upaya penyelesaiannya dengan potensi dan modalitas yang dimiliki oleh partai politik. Dengan demikian, irama gerakan partai politik selalu didasari atas kondisi masyarakat secara faktual dan hal ini tentu saja akan secara linier  berdampak positif bagi kebesaran partai pada masa mendatang, tanpa harus menghabiskan banyak biaya melalui media kampanye dan meninggalkan pilihan menjadikan uang sebagai variabel mempengaruhi atau yang dikenal dengan politik uang (money politics).
Kesemuanya itu hanya akan tercapai jika pelaku politik mau menempatkan rakyat sebagai “the main player” (pemain utama) dalam skenario perubahan Indonesia dimasa yang akan datang dan hal tersebut akan terwujud apabila nurani lebih dominan dari ambisi kekuasaan perseorangan.
Nurani dalam politik merupakan “keharusan” jika didekati dengan teori kepemimpinan modern. Sebab di sana banyak berbicara soal hak dan kewajiban, yang juga berarti akan berbicara sisi kemanusiaan khususnya masalah keadilan dan kesetaraan. Seirama dengan itu pula, secara tegas Islam menjelaskan esensi penciptaan manusia sebagai khalifah/ pemimpin (Al-Baqarah:20). Kata khalifah dalam surah ini merupakan keniscayaan dari pencipta untuk manusia, oleh karenanya terdapat unsur keharusan untuk menjadi (must to be a leader), leader atau pemimpin merupakan sebuah suku kata yang mengikat antara subjek dan objek sekaligus atau dengan kata lain mustahil ada seorang pemimpin jika tidak ada orang yang dipimpin,
Dalam teori kepemimpinan modern, seorang pemimpin selalu lahir dari pilihan orang-orang yang dipimpin. Oleh karena itu, pemimpin harus memahami mengapa dipilih menjadi pemimpin. Dalam perspektif ini, jika politik menjadi medium untuk mendapat gelar “pemimpin” atau kasarnya “kekuasaan” selayaknya kekuasaaan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan orang yang dipimpin. Pemanfaatan kekuasaan dalam konteks kenegaraan disebut sebagai kebijakan (policy), oleh sebab itulah kebijakan harus didasari akan kehendak dan kepentingan orang yang dipimpin. Hal ini selanjutnya dalam Al-Quran dijelaskan tentang variabel atau prasyarat penting seseorang yang menjadi pemimpin haruslah orang yang terbaik dari kelompok masyarakat di sekitar itu. Kata terbaik dijelaskan lebih lanjut dalam surah yang sama yakni merujuk pada yang paling bertaqwa (Al-Hujarat: 13-14).
Jika hal ini dikaji secara mendalam, maka terdapat unsur perintah atau dengan kata lain manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk memilih pemimpin yang terbaik. Perintah dalam konteks islam adalah kewajiban yang harus dilakasanakan (pahala jika dilakukan, dan dosa jika tidak dilakukan). Selanjutnya kata “taqwa” dalam konteks politik tidak harus diterjemahkan secara parsial seolah gelar ketaqwaan hanya dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di pesantren atau sekelompok orang yang dijuluki sebagai da’i atau mubalig, namun pemaknaannya harus lebih diselaraskan dengan kehidupan sosiologis manusia. Hal ini penting agar kita tidak terjebak dengan cara pandang yang sifatnya simbolik. InsyaAllah. (*)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Pemerintahan

Dompu, Bimakini.com.- Setiap momentum Pemilihan Umum  Presiden, Gubernur, Wali Kota, dan Bupati serta legislatif, keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam politik praktis kerap terjadi....

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.com.-  Ketua Bidang Pengawasan, Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Bima, Ir. Khairudin M. Ali, M.AP, mengatakan Panwaslu terus mengawasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)...

Peristiwa

Kota Bima, Bimakini.com.-  Hujan lebat yang mengguyur Kota Bima, dua hari terakhir menyebabkan kondisi jalan berlumpur dan bebatuan akibat banjir gunung yang menerjang badan...

Peristiwa

Bima, Bimakini.com.-Sejumlah pemuda yang mengatasnamakan Gerakan Nurani Wera (GNW), Rabu (16/1) siang, mendatangi Komisi III DPRD Kabupaten Bima. Mereka menolak keberadaan tambang pasir besi...

Sudut Pandang

Muhammad Fikrillah Jumatan menyapa lagi. Pengulangan rutinitas yang dimaksudkan untuk muhasabah bagi umat Islam. Alangkah indahnya melihat kaum Muslim berbondong-bondong memenuhi shaf dan memaksimalkan...