Kota Bima, Bimakini.com.- Pentingkah bisa mengaji bagi semua pasangan bakal calon yang berkompetisi dalam Pemilu Wali dan Wakil Wali Kota Bima? Wacana itu berkembang selama sebulan terakhir. Namun, kalangan akademisi memiliki persepsi berbeda menyikapi wacana itu menjadi syarat bakal calon (balon).
Akademisi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima, Abdul Haris, M.Pd, berpendapatan bahwa bisa mengaji merupakan faktor yang sangat penting bagi para balon. Dia sangat mendukung apabila mengaji menjadi syarat tambahan sebelum penetapan para balon menjadi calon.
Menurutnya, Kota Bima sebagai daerah yang dikenal religius sangatlah naif apabila ada pemimpinnya yang tidak bisa mengaji. Masalahnya, Al-Qur’an merupakan dasar hukum dan Kitab Suci umat Islam yang selalu menjadi pedoman dalam semua aspek kehidupan.
Katanya, apabila pemimpin yang dipilih tidak bisa mengaji, maka tidak patut menjadi contoh dan teladan oleh masyarakat. Pemimpin tidak hanya mengurus masalah politik dan pemerintah, tetapi persoalan sosial keagamaan menjadi masalah yang sering terjadi.
“Tentu untuk menyelesaikan persoalan itu kita membutuhkan pemimpin yang paham tentang agama. Dasarnya tentu dia harus bisa mengaji karena itu saya sangat mendukung KPU apabila syarat itu diwajibkan bagi semua calon,” ujarnya di gedung serbaguna Muhammadiyah, beberapa waktu lalu.
Namun, Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri Bima, Irwan Supriadin, M.Sos.I tidak sependapat apabila bisa mengaji menjadi syarat tambahan bagi balon dalam mengikuti Pemilukada. Meski begitu, dia tidak dalam konteks menempatkan mengaji merupakan hal penting atau tidak.
Sebab dalam konteks itu, ujarnya, bisa mengaji adalah yang pokok dalam Islam. Namun, sebagai mayoritas umat Islam masyarakat Kota Bima dikenal religius sehingga sangat naif apabila ada pemimpin yang tidak bisa mengaji. “Mengaji itu penting, tetapi menurut saya tidak terlalu urgen apabila dijadikan syarat menjadi calon Kepala Daerah,” ujarnya melalui telepon seluler, kemarin.
Apalagi, nilainya, hal itu tidak diatur didalam peraturan Komisi Pemilihan Umum sehingga akan membutuhkan waktu panjang menelaah dan merumuskan aturan baru tersebut.
Diakuinya juga, persoalan yang dihadapi oleh Kepala Daerah saat ini sangat kompleks, sehingga dibutuhkan kemampuan dalam berbagai aspek.
“Saya yakin sebagai orang Islam, apalagi calon pemimpin tidak ada yang tidak bisa mengaji karena itu menjadi ciri dan identitas kita,” katannya. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.