ADA yang menarik saat prosesi pengundian nomor urut pasanga n calaon dan Deklarasi Pemilukada Damai di GOR Manggemaci, Rabu siang lalu. Tim sukses dan massa pendukungnya mengawal para usungannya untuk mengambil nomor. Setelah keluar pun, semua pendukung mengelaim memiliki nomor keberuntungan. Ada yang mengaitkannya dengan hal-hal tertentu, ada pula yang telah menduga akan mendapatkannya. Intinya, semua dalam kecenderungan persepsi positif. Selain itu, para kandidat lantang mengucapkan draff deklarasi sebagai komitmen awal yang digaungkan.
Dari dua sisi itu, menarik melihatnya dalam mengiringi perjalanan dinamika ke depan. Tidak hanya hingga 13 Mei nanti, tetapi juga hingga pemenang kompetisi dilantik. Dengan kata lain, optimisme simbol nomor apapun mesti terus mewarnai sikap dengan mengedepankan kompetisi sehat dan demokratis. Massa pendukung diharapkan terus mengeksplorasi sikap optimis disertai upaya-upaya mencerdaskan meraih hati pemilih. Satu di antara dengan cara menyinkronkan tindakan dengan semangat fair play. Begitu banyak contoh ketidaksiapan massa pada berbagai daerah di Indonesia ketika menghadapi fakta kekalahan kandidatnya.
Deklarasi pun jangan hanya sebatas pemanis bibir (lip service) doang…Di tangan para pemimpinlah sebagian wajah Kota Bima nanti ditentukan. Kearifan mereka menyikapi perbedaan dan dinamika proses Pemilukada ditunggu publik untuk menjamin tidak ada eskalasi meluas ketika perdebatan administratif, misalnya, muncul. Kesiapan untuk memenangkan pertarungan harus diikuti kematangan mental untuk menerima kekalahan. Kita berharap tujuh pasangan calon dan kelompok ‘think thank-nya’ mampu menyuguhkan permainan cantik di atas kanvas politik yang kini menghangat. Kompetisi perburuan elit memang pertarungan penuh pesan: bangunan gengsi, mimpi kekuasaan, dan kesanggupan berdamai dengan realitas.
Sekali lagi, membludaknya massa pendukung saat pengundian itu, berikut suasana nyaman dan aman yang menyertainya adalah modal awal untuk suguhan-suguhan positif selanjutnya. Optimisme para pendukung diharapkan terawat rapi, karena potensi konflik pasti ada ketika hasrat menggebu dan provokasi seseorang atau godaan suasana. Perbedaan adalah keniscayaan berdemokrasi, karena setiap kepala punya sudut pandang dan bilik kepentingan masing-masing yang diperjuangkan. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.