Kota Bima, Bimakini.com.- Pemerintah Daerah dan legislatif diharapkan merumuskan regulasi untuk melindungi masyarakat dari usaha kredit tidak bertanggujawab. Terutama yang tidak berkontribusi nyata bagi daerah. Untuk itu, pemerintah harus mendorong dan memajukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun BUMN.
Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima, Hartoyo, M.Ak, mengatakan pemerintah harus segera menyikapi kian menjamurnya perusahaan keuangan, salahsatunya dengan mendorong dan merumuskan regulasi terkait. Mestinya, ada pengaturan, pembatasan, dan evaluasi terhadap perusahaan yang tidak berkontribusi bagi daerah.
“Pemerintah Daerah harus bersikap, jangan tunggu masalah baru merespons karena kelabakan. Di daerah manapun, regulasi tentang perusahaan jenis apapun diperlukan. Ini juga yang direspons oleh pihak legislatif,” katanya melalui telepon selular (Ponsel), kemarin.
Dikatakannya, jika merujuk pada rekam jejak (track record) sejumlah perusahaan keuangan yang berinvestasi di Bima tidak memberikan andil yang signifikan terhadap pembangunan. Demikian jika pun dikaji dari aspek penyerapan tenaga kerja. Hal yang perlu didorong bersama pemerintah dan legislative, bagaimana membangkitkan usaha mikro melalui penyuntikan modal melalui BUMD maupun BUMN, karena praktik mereka lebih sehat.
“Pemerintah jangan tunggu masalah dulu-lah, silakan evaluasi apa kontribusi perusahaan pembiayaan di daerah, uang masyarakat Bima lebih banyak berputar di luar daerah,” katanya.
Dia mengharapkan, isu persoalan kesempatan kerja dan kendala modal yang dihadapi Usaha Kecil Menengah (UKM) juga harus menjadi atensi para calon dan kandidat Kepala Daerah. Saat ini, jumlah lulusan Perguruan Tinggi di Bima dan luar daerah semakin membengkak tidak diimbangi jumlah lapangan pekerjaan.
Pemerintah juga harus mematahkan pola pikir pragmatis dalam masyarakat yang lebih berorientasi berharap menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Apalagi, saya dengar banyak perusahaan di luar daerah yang mencari keuntungan di Bima, karena nasabah maupun custumernya di sini. Padahal mereka tidak memiliki kantor atau kontribusi untuk daerah. Saya kira kini saatnya pemerintah mengatur itu semua, biar ada efek positif yang dirasakan masyarakat kita,” katanya.
Hal yang sama juga diharapkan mantan Pengurus Forum Kajian Ekonomi Islam (FOKEI) NTB, Fachriman. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah mengatur tentang praktik perusahaan yang memberatkan masyarakat. Seluruh pihak termasuk legislatif harus mendorong regulasi tentang model pembiayaan dalam masyarakat. Hal tersebut penting untuk memastikan tidak ada masalah yang dihadapi masyarakat.
“Satu sisi dengan hadirnya banyak perusahaan modal memang bagus, tapi pemerintah harus mengevaluasi dan memilah mana yang membantu dan bermanfaat bagi masyarakat dan mana yang tidak,” kata alumnus Prodi Akuntasi Universitas Mataram ini.
Dikatakannya, pemerintah harus bisa mendorong pihak yang memberikan modal bagi UKM tanpa disertai embel-embel bunga modal yang memberatkan. Sudah banyak kasus yang dialami masyarakat.
“Menurut saya, kalau prinsip-prinsip ekonomi Islam diterapkan, maka masyarakat kita bisa lebih survive. Karena sudah saatnya kita kembali ke jalan yang benar, praktik riba hanya membawa mudharat dan menerumuskan bagi penikmat dan pemberinya,” katanya. (BE.17)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.