Bima, Bimakini.com.- Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima, Drs. A. Zubair HAR, M.Si, akhirnya menghadiri panggilan penyidik Polres Bima Kota setelah panggilan pertama berhalangan. Selain Zubair, Kepala Bagian Pendidikan Dasar (Dikdas), Drs. H. Dahlan juga hadir bersamaan.
Pemanggilan keduanya dalam agenda meminta keterangan dan klarifikasi mengenai kasus dugaan pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10 persen pada masing-masing sekolah penerima bantuan. Dalam kasus itu, diduga negara mengalami kerugian miliaran rupiah.
Kapolres Bima Kota, AKBP Kumbul KS, S.IK, SH, mengungkapkan dua pejabat itu menghadiri panggilan pada Senin (15/4) sore lalu. Pemeriksaan mereka masing-masing berlangsung selama dua jam lebih. Secara marathon, mereka ditanyai seputar tugas dan tanggungjawab mereka dalam proyek dana DAK tersebut.
“Cuma saya masih belum membaca hasil keterangan kemarin karena usai pemeriksaannya hingga sore,” terang Kapolres di lapangan Merdeka, Selasa (16/4) siang di sela simulasi awal pengamanan Pemilukada Kota Bima.
Diakuinya, sebelum pemanggilan itu, pihaknya telah memanggil semua Kepala Sekolah (Kasek) pada beberapa kecamatan yang menerima aliran dana proyek dari Pemerintah Pusat itu. Mereka dipanggil dalam agenda yang sama, yakni dimintai keterangan apakah benar dana bantuan dipotong sebanyak 10 persen.
“Setelah kita sinkronkan keterangan nanti kita akan panggil lagi beberapa pejabat terkait di Dinas Dikpora,” ujar Kumbul.
Sebelumnya, Kapolres juga mengisyaratkan akan mengecek secara langsung fisik sekolah yang mendapat kucuran dana untuk memastikan pengerjaannya sesuai anggaran. “Kami tetap profesional dan apa adanya dalam mengungkap kasus, siapapun yang terlibat akan diproses tentunya sesuai aturan main,” jelas Kumbul.
Informasi yang diperoleh wartawan, jumlah pemotongan itu belum dapat dipastikan mengingat alokasi dana pada setiap sekolah berbeda-beda. Namun, besaran anggaran yang bersumber dari APBD II DAK Tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp300 hingga Rp350 juta setiap sekolah. Praktik ini diduga telah berlangsung sejak tahun 2012, negara diperkirakan mengalami kerugian mencapai miliaran rupiah. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
