Kota Bima, Bimakini.com.- Proses Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) kadang melahirkan ketidakpuasan setiap kontestan. Itu sebagai hal yang wajar, namun menyelesaikan sengketa Pemilukada salurnya tepatnya adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Ini sekaligus menjadi pembelajaran politik bagi masyarakat untuk tidak bertindak sendiri. Hal itu disampaikan oleh Akademisi STISIP Mbojo Bima, Syarif Ahmad, MSi, Minggu (26/5).
Dikatakan Syarif, sebaiknya konflik Pemilukada diselesaikan secepatnya ke MK, jika ada keberatan dengan hasil Pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bima. Ataupun jika ditemukan adanya kecurangan selama pelaksanaan Pemilukada. “Salurannya memang MK. Perlu dibiasakan, menyelesaikan masalah sengketa Pemilukada melalui jalur hukum,” katanya pada Bimakini.com via hanphone (HP).
Selanjutnya, kata Syarif, pihak yang berperkara dapat menunjukkan data-data saat sidang MK. Membawa masalah sengketa Pemilukada bukanlah sesuatu yang aneh atau salah. “Ini adalah bagian dari pelajaran demokrasi itu. Apapun hasil keputusa MK, maka semua pihak pun harus menerimanya,” ujarnya.
Masyarakat pun, kata dia, tidak perlu bertindak sendiri dalam menyikapi persoalan yang ada. Tidak perlu anarkis, karena akan merugikan semua pihak. “Kasihan masyarakatnya juga. Untuk itu menurut saya, sebaiknya sengketa Pemilukada segera dibawa ke MK, tidak mesti terus-terus demo,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa pasangan calon memersoalankan sejumlah masalah yang timbul selama pelaksanaan Pemilukada Wali dan Wakil Wali Kota Bima periode 2013-2018. Aksi demo beberapa kali dilakukan, bahkan berujung bentrok dengan aparat keamanan.
Tim Fersi dan Suri terus menggalang massa untuk menuntut Pemilukada ulang. Mereka meminta KPU menyelesaika semua persoalan yang ada sebelum pleno penetapan dilakukan. Saat pleno KPU pun enam saksi pasangan calon selain Qurma Manis tidak menandatanganinya. (BE.16)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.