Kota Bima, Bimakini.com.- Keterbukaan sistem pendidikan di pondok pesantren (ponpes) akan meminimalir berkembangnya paham-paham yang radikal dan salah kaprah. Karena salah satu penyebab atau faktor berkembangnya paham radikal, tidak memahami agama secara komprehensip.
Faktor lain sehingga munculnya gerakan radikal, kata Kasi Binmas Kementerian Agama Kota Bima, Drs Eka Iskandar Zulkarnain, Msi, adalah penomena kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan, serta terjadi ketimpangan sosial dalam berbagai dinamika kehidupan. Secara kelembagaan, Ponpes dan santrinya harus terbuka dalam sistem pengajaran dan kurikulumnya.
“Memberikan pemahaman ajaran agama yang benar sesuai dengan pemahaman Rasulullah saw dan para sahabatnya,” ujarnya saat dialog agama PUSKAB NTB dengan tema “Mengurai akar radikalisme di Bima,” di aula SMKN 3 Kota Bima, Sabtu (15/6).
Saat ini di Kota Bima, kata Eka, terdapat 11 Ponpes, dengan jumlah kiyainya 207 orang. Sedangkan jumlah santri 3.978 orang yang berasal dari wilayah Kota dan Kabupaten Bima, ada juga Dompu dan Flores. “Jumlah Masjid, langgar, mushollah dan Surau sebanyak 216 buah. Jumlah Ormas Islam yang terdata di Kementerian Agama sebanyak lima dan kemungkinan masih ada yang belum terdata,” katanya.
Radikalisme, kata Eka, bukan saja hanya milik orang Islam, tapi semua agama pasti memiliki kelompok tertentu yang memiliki gaya dan semangat kajian keagamaan secara berlebih-lebihan. Yang kemudian memicu lahirnya paham atau aliran keras dalam istilah sekarang adalah radikalism dan berkembang dengan istilah yang rancu dengan konsep “teroris”.
“Radikalisme itu ada dua macam, Radikalisme yang positif, yakni keinginan adanya perubahan kepada yang lebih baik. Dalam istilah agama disebut Tajdidiy atau Pembaharuan atau islah yakni Perbaikan,” jelasnya.
Radikalisme yang negatif, kata dia, sinonim dengan istilah ekstrim, kekerasan. Bisa mengatasnamakan agama atau revolusi. Akibatnya pemahaman ini “keterlaluan” dan “melampui batas”. Sehingga pencitraan terhadap gerakan agama menjadi sangat buruk. Apalagi dinisbatkan pada simbol-simbol pemahaman agama seperti ; berjenggot dan sebagainya.
“Islam radikal atau islam fundamentalis; biasanya dialamatkan pada ekstrimis islam. Padahal arti sesungguhnya adalah gerakan tajdid atau pembaharuan terhadap ajaran agama yang dinilai telah keluar dari dasar agama Islam itu sendiri,” terangnya. (BE.16)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.