Connect with us

Ketik yang Anda cari

Opini

Berdikari dan Mandiri Tanpa Subsidi BBM

ilustrasi

Oleh:Andi Admiral

Beberapa minggu terakhir, rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar telah menimbulkan sikap pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian elemen masyarakat (Parpol, pengusaha, dan mahasiswa) mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, dengan alasan untuk menyelamatkan penggunaan subsidi yang tepat sasaran, karena selama ini hanya dinikmati masyarakat menengah hingga elit kaya (borjuis).Sementara rakyat yang tidak pernah menggunakan BBM, hampir tidak dapat menikmati subsidi BBM tersebut. Hal ini didasarkan padaalokasi anggaran subsidi BBM yang terus meningkat setiap tahun dalam APBN, bahkan pada 2013 diasumsikan akan menyedot anggaran negara hampir Rp200 triliun. Jika tidak dikendalikan, nilai subsidi total dalam APBN 2013 mencapai Rp446,8 triliun. Subsidi BBM menyentuh Rp 297,7 triliun, sehingga akan mengakibatkan defisit yang mencapai Rp353,6 triliun atau 3,83% dari PDB. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi subsidi BBM dalam APBN hanya memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi kaum borjuis. Sementara bagi kalangan masyarakat yang menolak kenaikan harga BBM, khususnya di kalangan mahasiswa, lebih mendasarkan pada dalil dampak negatif (efek domino) atas kenaikan harga BBM yang dinilai akan semakin membebani masyarakat miskin (proletar), seperti memicu inflasi akibat kenaikan harga kebutuhan pokok, kenaikan biaya transportasi, dan biaya-biaya produksi lainnya.

Sikap pro dan kontra kenaikan harga BBM tersebut dalam konteks negara demokrasi, adalah sesuatu yang wajar, karena keduanya memiliki alasan untuk pembelaan terhadap “kepentingan rakyat”, bukan untuk kepentingan politik golongan yang mengatansnamakan “rakyat”. Bagi penulis, menyikapi sikap pro dan kontra “atas nama rakyat” tersebut, perlu diuji berdasarkan asas kemanfaatan, efesiensi, dan berkeadilan. Sikap mana yang lebih dominan memberikan kemanfaatan (kemaslahatan) atau merugikan sebesar-besarnya bagi rakyat. Bukankah dalam Islam, terdapat beberapa kaidahfiqih yang menganjurkan untuk mengutamakan kemasalahatan umat, baik dalam konteks siyasah, ekonomi, maupun sosial politik lainnya. Diantara kaedah fiqih tersebut, “Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantung kepada kemaslahatan”,Agama ini dibagun atas dasar kemaslahatan dalam penetapan syariatnya dan untuk menolak kerusakan, “Apabila beberapa maslahat berbenturan, dahulukan yang paling besar maslahatnya”. Berdasarkan atas kaidah fiqhi tersebut, tentu bersinergi untuk menganalisis kesahihan kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM, dengan melihat asas kemanfaatannya dari pada kemudhoratannya bagi rakyat Indonesia. Hal ini juga penting dilakukan untuk memposisikan diri sebagai rakyat yang memiliki landasan intelektualitas untuk bersikap.

Salah satu alasan pemerintah harus menaikkan harga BBM bersubsidi menurut Menteri Keuangan RI, Chatib Bisri, karena neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit sebesar US$1,62 miliar pada April 2013.Salah satu hal yang mendorong terjadinya defisit adalah karena adanya kenaikan impor migas sebesar 9,5 persen dari US$3,6 miliar pada Maret menjadi US$3,9 miliar pada bulan April. Oleh karena itu sangat mendesak untuk menaikkan BBM, karena hal ini menjadi penyebab impor migas meningkat.Menurutnya, peningkatan konsumsi BBM bersubsidi masyarakat tidak seimbang dengan produksi minyak Indonesia yang terus menurun ke depannya. Selain itu, beberapa pengamat yang mendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM juga berpandangan bahwa penggunaan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran seiring meingkatnya konsumsi BBM berubsidi hanya dinikmati kaum berjouis (kalanga menengah keatas), serta besarnya disparitas harga antara BBM bersubsidi dan BBM nonsubsidi.Subsidi BBM meningkat terus, bahkan pada 2013 diasumsikan akan menyedot anggaran negara hampir Rp200 triliun. Subsidi harus dikurangi karena jumlahnya terus membengkak dan membuat defisit APBN melampaui batas yang diizinkan undang-undang yakni 3% dari produk domestik bruto (PDB).

Jika mengacu pada dalil pemerintah tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM adalah sangat tepat untuk kemaslahatan rakyat miskin. Kenaikan harga BBM subsidi tersebut merupakan koreksi atas kebijakan subsidi yang salah sasaran yang tidak dapat dinikmati masyarakat Miskin pada umumnya. Sebaliknya, jika harga BBM tidak dinaikkan, hanya golongan menengah dan kaya yang menikmati anggaran subsidi, sehingga memperlebar kesenjangan dan ketidakadilan di tengah masyarakat. Hal ini juga menyalahi efesiensi anggaran.Pengurangan subsidi BBM dalam APBN, sebagai langkah penyelamatan APBN untuk kemakmuran rakyat, karena dapat digunakan untuk membangun infrastruktur jalan, kesehatan, dan pendidikan, serta membantu masyarakat miskin. Hal ini terlihat dari total subsidi energi yang sebesar Rp 233 triliun, setara dengan investasi untuk membangun 80.000 puskesmas, atau 40.000 km jalan, atau 1.300 pelabuhan, atau 24 juta hektare sawah. Dengan gambaran tersebut, menunjukan bahwa kebijakan subsidi harga BBM saat ini tidak memberi manfaat besar bagi kehidupan masyarakat dan pembangunan ekonomi bangsa.

Berkaitan dengan kekhawatiran atas dampak negatif (efek domino) kenaikan harga BBM yang dinilai akan mengganggu kemasalahatan umat, maka harus dikaji pada dua aspek, yakni  dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Untuk dampak jangka pendek, kenaikan harga BBM akan memicu inflasi akibat kenaikan harga kebutuhan pokok, kenaikan harga transportasi, dan lainnya. Namun langkah antisipasi pemerintah melalui beberapa program pengendalian subsidi BBM, diantaranya pemberian BLSM selama 4 bulan, Program Keluarga Harapan, Bantuan Siswa Miskin, dan Beras untuk Rakyat Miskin, diyakini akan mampu mengatasi dampak jangka pendeknya. Sementara dampak jangka panjangnya justru dinilai sangat positif, karena selain mampu menciptakan surplus neraca pembayaran dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, juga akan mampu mewujudkan kedaulatan energi BBM yang “mandiri tanpa subsidi”. Penghapusan subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM adalah upaya membangun kedaulatan ekonomi dan berdikari dari jeratan kapitalisme asing.

Langkah penghapusan BBM bersubsidi secara bertahap tentu akan membuahkan hasil manis bagi generasi bangsa. Penyelamatan keuangan negera melalui penghapusan subsidi akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Karena itu, menolak kenaikan harga BBM sama dengan melegalkan subsidi BBM dinikmati kaum berjuis, sementara kaum proletar (masyarakat miskin) akan semakin termiskinkan. Menolak kenaikan harga BBM sama dengan menabur kemudharatan bagi rakyat Indonesia. Jika demikian,  maka setiap tindakan atau suatu kebijaksanaan para pemimpin yang menyangkut dan mengenai hak-hak rakyat dikaitkan dengan kemaslahatan rakyat banyak dan ditujukan untuk mendatangkan suatu kebaikan, tentu harus didukung,sebab pemimpin adalah pengemban amanah penderitaan rakyat (umat) dan untuk itulah ia ditunjuk sebagai pemimpin serta harus pula memperhatikan kemaslahatan rakyat.Setiap kebijakan yang mashlahah dan bermanfaat bagi rakyat, maka itulah yang harus direncanakan, dilaksanakan, diorganisasikan, dan dinilai/dievaluasi kemajuannya. Sebaliknya, kebijakan yang mendatangkan mafsadah dan memudaratkan terhadap rakyat, itulah yang harus disingkirkan dan dijauhi.

Semoga …. !!! Wallahu’alam bissawab.

Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial-politik

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Ekonomi

Mataram, Bimakini.-  Dalam rangka memastikan supply BBM & LPG aman selama Ramadhan dan Idul Fitri untuk masyarakat NTB, Komisaris Utama Patra Niaga Ego Syahrial...

Hukum & Kriminal

Bima, Bimakini.- Satuan Polairud Polres Bima berhasil mengamankan satu unit kapal laut, yang bermuatan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan tabung gas elpiji...

Ekonomi

Kota Bima, Bimakini.- Naiknya harga bahan bakar jenis Pertamax tidak mempengaruhi ketersediaan stok jenis Pertamax di sejumlah SPBU di Kota dan Kabupaten Bima.  Pengendara...

Ekonomi

Bima, Bimakini.- Kelangkaan BBM jenis Premium di SPBU Sila Kecamatan Bolo dikeluhkan pengendara roda dua dan empat, Senin (29/6). Akibatnya, para pengendara harus menggunakan...

Peristiwa

Dompu, Bimakini.-  Anggota  Lembaga Peduli Pemerataan Pembangunan (LP3) Nusa Tenggara Barat menyuarakan aspirasi di persimpangan Cikre  Kelurahan Monta Baru Kecamatan Woja Kabupaten Dompu, Kamis (28/09/2017).  Mereka menyorot...