Wilayah Bima memiliki potensi lokal yang bisa dioptimalkan menjadi penghasilan tambahan. Kita tidak sadar sebaran potensi itu hanya dilirik sebelah mata dan menjadi konsumsi harian yang kurang bernilai ekonomis. Sebut saja kawi atau kinca. Buah khas Mbojo yang jarang dimiliki semua daerah di Indonesia.
Padahal, seperti yang dikampanyekan pihak Pertamina dan kampus Universitas Muhammadiyah Semarang, Kawis bisa diolah menjadi sirup, dodol, dan selai. Buah yang selama ini hanya dijadikan rujak.
Pemanfaatan potensi lokal penting artinya dikembangkan agar bernilai ekonomis tinggi untuk menunjang kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Kreativitas mengelola sumberdaya di sekitar kita mendesak diterapkan untuk mengeksplorasi kemampuan kaum Ibu dalam kehidupan sosial. Jika mampu dimaksimalkan, akan membangun brand image Mbojo yang menjadikannya sesuatu yang khas dalam sisi
citarasa daerah ini.
Tidak hanya kawi. Bawang pun demikian. Bisa diolah lebih dahulu setelah diiris dan digoreng lalu dikemas menarik. Mangga pun demikian, diborong oleh pembeli luas daerah selanjutnya dibawa ke pulau Jawa, yakni Probolinggo dan sekitarnya. Daerah lain yang ‘mencuri nama’ kita kurang mendapat keuntungan positif. Mangga bisa diolah menjadi jus atau menu lainnya yang bernilai tambah dan dijajakan ke pasaran. Hampir semua tanaman di daerah Bima langsung dijual pada kesempatan pertama, tidak ada sentuhan lanjutannya yang menjadikannya bisa menjadi kekhasan. Bima masih miskin dalam sisi ini.
Tanpa inovasi dan kreativitas memadai, maka masyarakat Bima hanya akan menjadi penikmat menu yang sesungguhnya bisa jadi sebelumnya diproduksi daerah sendiri. Aspek ini perlu dieksplorasi oleh Pemerintah Daerah agar masyarakat bergairah. Menggiatkan seri pendidikan dan pelatihan mengelola aneka buah-buahan dan tanaman lainnya adalah merupakan solusi. Selanjutnya terus mendampingi agar semangat dan pengetahuan yang kini ada tidak segera padam. Ke depan, sumber makanan dari alam akan lebih diminati karena diolah tanpa bahan pengawet atau bahan kimia.
Kita mengharapkan pascapelatihan keliling itu ada perubahan paradigma masyarakat dan segera memanfaatkan potensi lokal untuk meraup lembar-lembar rupiah. Jangan menyepelekan aktivitas usaha rumah-tangga (home industry), karena disamping menambah pundi uang, juga memberdayakan masyarakat yang selama ‘tidur di atas tumpukan potensi lokal’ yang sesungguhnya bernilai tinggi. Kreativitas masyarakat diharapkan mampu bertahan di tengah gempuran perubahan lingkungan yang serbacepat. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.