Kota Bima, Bimakini.com.- Dampak kebijakan Pemerintah Pusat dalam menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), puluhan angutan kota (Angkot) di Kota Bima mogok, Senin (24/6). Para penumpang pun telantar. Tidak hanya itu, para supir juga menyisir Angkot yang masih beroperasi dan memaksa ikut mogok. Mereka pun berusaha menurunkan penumpang secara paksa.
Saat aksi penyisiran itu, sempat terjadi ketegangan antar sesama supir karena tidak mau dipaksa mogok. Namun, ketegangan tidak berlangsung lama karena sang supir yang menolak langsung bergabung. Aksi itu dilakukan di ruas jalan Soekarno-Hatta dan Angkot diparkir di lapangan Merdeka.
Para supir menuntut agar Pemerintah Daerah dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) segera menetapkan penyesuaian tarif angkutan umum, seiring penaikan harga BBM. Masalahnya, mereka merugi menggunakan tarif lama yang masih berlaku karena pengeluaran lebih banyak dihabiskan untuk BBM.
“Tuntutan kami sederhana. Kami ingin pemerintah atau organisasi yang berhak menetapkan tarif, segera menyesuaikan tarif dengan kenaikan harga BBM. Kalau tarif lama terus dipakai, kami pasti rugi karena kebutuhan lain sudah pada naik,” ungkap supir Angkot, Ihsan, di lapangan Merdeka.
Supir lainnya, Arsyad, mengaku dampak penaikan harga BBM semua kebutuhan kendaraan juga ikut naik, seperti oli dan suku cadang. Apabila, kenaikan harga kebutuhan itu tidak diimbangi ongkos sewa, supir akan merugi.
“Selama dua hari BBM naik, pendapatan kami tidak menentu, bahkan ada yang tidak stor hasil tarikan karena habis untuk BBM,” kata Arsyad.
Akibat aksi tersebut, penumpang terpaksa melanjutkan perjalanan mengunakan jasa ojek. Ongkosnya pun hampir relatif mahal dari angkutan umum.Rencananya aksi mogok para supir angkot ini akan terus dilakukan, selama Oganda belum menetapkan tarif baru angkutan umum.
Jika tidak segera disesuaikan, dipastikan Angkot ini akan merugi dan akan disalahkan jika harus menaikan harga ongkos angkutan umum, tanpa ada penetapan dari pihak yang berwenang. “Kami akan terus melakukan aksi ini, hingga ada tanggapan dari pemerintah maupun penetapan penyesuaian tarif dari Organda,” tambah Dion, supir angkot lainnya.
Setelah berkumpul di lapangan Merdeka, semua supir angkot menuju Dishubkominfo Kota Bima menuntut penyesuaian harga direspons hari itu juga. Puluhan angkot yang berderet di depan dinas setempat dan memacetkan arus lalulintas. Hingga Senin siang, belum ada keputusan resmi mengenai tuntutan para supir.
Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Bima menilai tuntutan para supir Angkot menyesuaikan tarif terlalu tinggi. Apalagi, Pemerintah Daerah tidak bisa memutuskan kebijakan sepihak tanpa ada acuan dari Pemerintah Pusat.
“Kita belum berani mengambil kesimpulan untuk memutuskan kenaikan tarif Angkot. Sampai saat ini kini kita kan belum ada acuan,” jelas Kepala Dishubkominfo, Achmad Fahtoni, SH, saat memantau aksi mogok supir di lapangan Merdeka, Senin (24/6).
Fahtoni mengatakan, tarif Angkot baru yang diminta para supir yakni sebesar Rp4 ribu untuk penumpang umum, Rp3 ribu untuk mahasiswa dan Rp2 ribu untuk pelajar. Tarif tersebut terlalu tinggi dan dinilai akan memberatkan masyarakat karena dinaikkan Rp1.000.
“Tingginya tuntutan mereka karena menghitung kenaikan spare part kendaraan, jadi bukan hanya persoalan BBM,” kata Fahtoni.
Idealnya, kata dia, tarif naik Rp3,5 ribu atau hanya naik Rp500 saja dengan pertimbangan tetap memerhatikan kearifan lokal atau kemampuan masyarakat di daerah. “Seharusnya para supir juga tidak perlu mogok dan bisa tetap jalan, biarkan Organda yang mewakili agar penumpang tidak telantar,” ujarnya. (BE.20)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.