Kota Bima, Bimakini.com.- Ini jawaban pimpinan DPRD Kota Bima terhadap aspirasi massa yang meminta gelaran sidang paripurna istimewa. Legislatif meminta masyarakat bersabar dan menunggu hingga terbitnya putusan akhir penyelesaian sengketa hasil Pemilukada Kota Bima. Saat ini, proses penyelesaian masih berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya usai para tergugat menyatakan banding pasca putusan PTUN Mataram.
“Kalau bicara ingin menolak pelantikan, mungkin saya yang juga sebagai salahsatu kandidat Pemilukada juga ingin hal yang sama. Tapi, kita ini negara hukum sehingga harus tetap berjalan pada aturan yang berlaku,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Bima, Fery Sofian, SH, menyikapi aspirasi massa saat audiensi di ruang rapat utama kantor setempat, Rabu (14/8/2013).
Untuk itu, Ketua DPD PAN Kota Bima ini mengingatkan masyarakat dan massa agar tidak lagi menggelar demonstrasi, karena proses penyelesaian sesuai aturan sedang berlangsung. Cara yang ditempuh penggugat dengan mengajukan gugatan ke PTUN, dinilainya sudah tepat sebagai cerminan penyaluran aspirasi yang sesuai aturan.
Menurutnya, keliru apabila Legislatif dituding telah memuluskan agenda pelantikan Kepala Daerah Kota Bima, beberapa waktu lalu. Sebab Legislatif tidak memiliki kewenangan untuk melantik Kepala Daerah. Pihak yang berwenang adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Gubernur NTB.
“Legislatif hanya menjadi mediator pelaksanaan acara seremonialnya saja dengan menggelar rapat paripurna istimewa sesuai perintah aturan,” terangnya.
Mengenai putusan sela PTUN Mataram, diakuinya, secara resmi diterima pada tanggal 25 Juni, sehari setelah agenda pelantikan. Tanggal 23 Juni, hanya menerima salinan dalam bentuk faksimili yang tidak diketahui pengirim dan tidak tertera pihak yang dituju.
Kendati lebih awal menerima salinan faksimili, jelas Fery, hal itu tidak bisa dijadikan dasar dan rujukan untuk menentukan sikap karena tidak memiliki legalitas formal. “Kita ini lembaga negara, sehingga segala sesuatunya mesti berjalan pada aturan legalitas formal. Tidak bisa kita menjadikan acuan hanya dengan salinan putusan fax tersebut,” sambungnya.
Lagi pula, ujarnya, KPU sebagai penyelenggara pemilu tidak pernah berkoordinasi dengan DPRD Kota Bima terkait adanya salinan putusan itu sebelum pelantikan digelar. Untuk itu, tidak mungkin sesuatu hal yang tanpa dasar bisa dijadikan acuan bersikap. Selain itu, aturan tidak berlaku mundur dan mengatur persoalan yang sudah lewat untuk diulang.
“Oleh karena itu, kami mengharapkan kesabarannya untuk bersama menunggu proses akhir di PTUN Surabaya dan mari kita kawal bersama prosesnya,” harap mantan calon Wali Kota Bima ini.
Kendati telah mendengarkan penjelasan dari pimpinan DPRD, perwakilan massa merasa tidak puas karena dianggap belum melahirkan solusi terhadap persoalan yang dituntut. Perdebatan panjang sempat terjadi lantaran saling memertahankan pendapat. Hingga akhirnya didapati titik temu dan menyepakati memberikan waktu kepada Legislatif selama beberapa hari ke depan untuk bermusyawarah dan menentukan sikap.
Saat audiensi dipimpin Ketua DPRD Kota Bima, Hj. Ferra Amalia, SE, MM, tetapi hingga audiensi usai Ferra tidak banyak berkomentar. Ketua DPRD juga didampingi pimpinan lainnya, Ahmad Miftah, S.Sos, dan anggota Anwar Arman, SE, Tiswan Surianingrat, SH, Alfian Indrawirawan, SE, dan Ahmad Gani, SH. (ady)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.