Connect with us

Ketik yang Anda cari

Peristiwa

Good News is Good News!

Kota Bima,Bimakini.com.-Ada lemparan topik menarik dari narasumber, Wendi Haryoso, soal jejalan berita yang terangkai di media televisi dan media cetak selama ini. Masyarakat Indonesia setiap saat dijejali kericuhan aksi demo, konflik antarkampung, kriminalitas, dan lainnya. Berita berkonotasi negatif itu hadir di hadapan masyarakat mulai pagi hingga malam hari.

Deretan pemberitaan itu langsung memasuki pikiran masyarakat tanpa bisa dicegah. “Kapan beritanya positifnya?” katanya memancing reaksi  peserta saat Pelatihan Peningkatan Kapasitas Jurnalis Tingkat Kabupaten tentang Pemberitaan Pengelolaan Anggaran Publik yang Ramah Pembaca di Hotel Marina, Selasa sore. Pelatihan dihelat AIPD dan JPIP.

            Apa yang bisa dibaca? Kata konsultan JTV itu, kondisi tersebut menandakan bahwa awak media masih terperangkap pada pola ‘bad news is good news’. Padahal, ‘good news is good news’. Penggunaan pola ‘bad news is good news’ merupakan warisan lama yang sudah tidak digunakan lagi oleh media di Negara-negara lain. Berita bagus dan positif juga merupakan bagus untuk dinikmati. Rangkaian berita negatif itu menimbulkan citra buruk Indonesia di luar negeri dan pemangku kepentingan lainnya.

Wendi mencontohkan soal banjir dan penanganannya. Wartawan luar negeri selektif memilih gambar dan mengedepankan sisi humanis. Namun, Indonesia justru lebih fokus pada akibat. Penanganan tsunami di Jepang menunjukkan bagaimana fokus media pada penanganan dan tidak menyebutkan jumlah korban, apalagi gambar-gambar sadis.

Dari sisi karya, katanya, pengambilan gambar korban yang babak-belur atau berdarah-darah harus dilakukan sebagai tanggungawab profesional, tetapi harus disertai usulan agar tidak usah ditayangkan.

            Dia menduga, penampilan media di Indonesia dipengaruhi oleh fakta bahwa sejumlah stasiun TV dikelola oleh politisi yang sedang bersaing. Meski demikian, Wendi menyatakan apa yang tengah berlangsung saat dilanjutkan saja, tetapi diimbangi dengan berita-berita humanis dari suatu kejadian. Kalau ada kejadian brutal, disodorkan saja kepada redaksi. Demikian juga berita yang menyorot sisi humanis juga disodorkan agar ada keseimbangan. “Keseimbangan yang diperlukan,” katanya.

            Dia meminta para wartawan memahami berbagai hal sebelum meliput, sehingga jika suatu saat nanti terjadi perubahan paradigma dalam pemberitaan para awak media sudah siap dengan suasana baru.    

Katanya, secara alamiah manusia diatur oleh dua prinsip dasar, yakni hasrat dan tindakan. Begitu Anda memiliki gagasan, harus segera melakukannya.Hasrat sangat cocok sebagai dasar dan panduan sebuah peliputan terencana, khususnya untuk kontrol layanan publik.

Peserta pelatihan, Suryadin, M.Si, menanggapi bahwa sisi humanis para kontributor di daerah sebenarnya ‘dibunuh’ oleh orang-orang di Jakarta. Mereka yang getol menanyakan peristiwa, korban, dan lainnya sehingga Kontributor tidak berdaya menghadapinya.

Suryadin menyatakan, perubahan paradigma seharunsya muncul dari Jakarta lebih dahulu. 

Suasana pertemuan berlangsung hangat, karena materi yang disajikan akrab dengan para jurnalis. (BE.12)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Advertisement

Berita Terkait

Pemerintahan

Kota Bima, Bimakini.com.-  Pemerintah Kota Bima melalui Bagian Humas dan Protokol Setda menilai sorotan Pelaksana Tugas (PLT) Ketua DPRD Kota Bima, Alfian Indrawirawan, SE, erupakan...