Connect with us

Ketik yang Anda cari

Pemerintahan

Islam Harus Bisa Mewarnai Demokrasi

Kota Bima, Bimakini.com.-Islam tidak bisa dibandingkan dengan demokrasi, karena sumber keduanya berbeda. Demokrasi hanya konsep yang dilahirkan manusia dan dapat berubah-ubah. Islam jauh memiliki nilai-nilai yang sempurna, namun bukan berarti demokrasi tidak bisa diterapkan, bahkan bisa “dimualafkan”. Hal itu dikatakan Ketua Majlis  Ulama Kabupaten Bima, H Abdurrahim Haris, MA saat dialog publik “Peran Umat Islam dalam Demokrasi di Indonesia” yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Agama dan Budaya (PUSKAB) NTB di Hotel Parewa, Selasa (26/11).

Dicontohkannya, ada berbagai produk makanan instans yang dibuat oleh barat, namun ketika masuk ke Negara Islam dengan menggunakan lebel halal, maka dapat diterima. Demikian juga dengan sistem demokrasi barat, bida diwarnai berbeda ketika diterapkan di Negara mayoritas Islam.

Dikatakannya, memang  beragam pendapat tentang penerapan demokrasi di Negara Islam. Ad ayang mengharamkan sama sekali, namun juga dapat menoleransinya. “Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam,” ujarnya.

Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan Islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya. Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari rambu-rambu Ilahi. “Karena itu, perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam,”  katanya.

Seperti, kata dia, demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam musyawarah.

“Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas yang menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya,” ujarnya.

Musyawarah atau voting, kata dia,  hanya berlaku pada persoalan ijtihadi, bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama. “Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga,” ujarnya.

Asisten I Setda Kota Bima, Syahrullah, SH, MH mengatakan bagaimana Islam harus mampu memengaruhi dan mendominasi politik. Kalau melihat perkembangan dan sejarah politik Indonesia, partai-partai Islam  masih kalah dengan nasionalis.

Ketika ummat Islam meningkatkan peran politiknya, maka bukan berarti ingin mendirikan Negara Islam. Untuk itu dibutuhkan  kebersamaan dalam mendorong demokrasi yang lebih baik dan berkualitas.

Sementara itu, Pengurus DPD Partai Golkar Kota Bima, Abrul Rauf, ST, MM mengatakan dilihat dari  peroleh suara partai-partai Islam dari Pemilu ke Pemulu justru merosot. Isu ideology ternyata tidak mampu mendongkrak perolehan suara partai berbasis Islam.

Ada kemungkinan, kata Rauf, karena masyarakat tidak lagi melihat adanya perbedaan substansial antara partai berasaskan Islam dengan nasionalis. Apalagi jika masyarakat disuguhkan dengan sikap dan perilaku yang tidak jauh berbeda antara partai berbasis Islam dan bukan. “Perlu ada kemasan isu yang lain yang harus dilakukan oleh partai-partai berasaskan Islam,” ujarnya.

Sementara itu, Ustadz Ahmad Husen dari Khilafatul Muslimin Bima, mengatakan majelis ulama harus membuntuk partai umat Islam di Indonesia untuk mempernyatukan pahaman dan tujaun. Mula umat Indonesia bersatu dalam menghadapi politik barat. “Ketika satu partai, yakin kita bisa tentukan Negara ini,” ujarnya.

Sebagai warga Negara Indonesia, kata dia, harus memiliki andil. Jika ingin merawat Indonesia, maka umat Islam harus  bersatu.

Pembicara lainnya, Firdaus, SH, MH dari PKS mengatakan partai Islam di Indonesia saat sekarang belum mampu menjawab apa yang menjadi harapan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Peran pertai Islam terebut harus benar-benar memahami subtansi Islam agar dapat menegakan islam. “Rekrut kader ini dilakukan dimana melakukan penguatan keimanan terhadap kader muslim agar nanti suatu saat memegang tokat estafet kepemimipinan yang baik,” ujarnya. (BE.16)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait