Bulan Dzulhijah berlalu, suasana Muharram menyergap. Umat Islam kini memasuki tahun baru Islam 1435 Hijriyah. Tahun Hijriah atau Tahun Baru Islam dimulai saat Nabi berhijrah (pindah) atau mengungsi dari Kota Mekah ke Madinah, karena diancam dibunuh oleh kafir Qurais. Selama kurun waktu 12 tahun sejak Nabi diutus, dakwah Rasulullah menghadapi tantangan. Menghadapi teror, pelecehan, penghinaan, dan pengancaman.
Momentum hijrah pun muncul. Islam mengalami perkembangan amat pesat. Perlahan dan pasti kegemilangan tiba setelah melalui perjuangan lama. Peristiwa itu merupakan titik awal bagi perkembangan Islam dan bagi pembentukan masyarakat Muslim.
Apa hikmah dari peristiwa hijrahnya Nabi dan para sahabat? Merupakan tonggak sejarah monumental dan memiliki makna mendalam. Tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekah menuju suasana prospektif di Madinah. Selain itu, semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme tinggi. Semangat berhijrah dari hal buruk kepada hal baik. Hijrah juga mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan kaum Muhajirin dan Anshar.
Dalam konteks sekarang, pemaknaan hijrah tentu tidak harus meninggalkan kampung halaman, tetapi pada nilai-nilai dan semangatnya. Dalam riwayat dikisahkan, ada seorang yang mendatangi Rasulullah dan melaporkan ada kaum yang berpendapat bahwa hijrah telah berakhir. Namun Rasulullah menegaskan bahwa “Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya, sehingga terhentinya taubat, dan taubat itu tidak ada hentinya sehingga matahari terbit dari sebelah Barat”.
Momentum Muharram layak dijadikan media ke arah perubahan dan perbaikan. Ya, dalam skala pribadi, keluarga, dan sosial. Inilah saat terbaik untuk berkomitmen memulai hijrah. Ayo kita memulainya dari diri kita sendiri. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
