Connect with us

Ketik yang Anda cari

Hukum & Kriminal

Warga Sape “Ngamuk” saat Sidang Paripurna

Bima, Bimakini.com.-Warga Kecamatan Sape, Abubakar Sidik, menyita perhatian di ruangan DPRD Kabupaten Bima, Jumat. Pria itu tiba-tiba maju menghampiri Ketua DPRD Kabupaten Bima, Drs. H. Muchdar Arsyad, saat memimpin rapat paripurna pengusulan Wakil Bupati Bima, Drs. H. Syafruddin HM. Nur, M.Pd, sebagai Bupati Bima.

Dia memrotes dan meminta kepastian tentang status tanah yang disengketakan hingga saat ini antara warga dan Pemkab Bima.

Awalnya, anggota Dewan, Drs. Rajiman, MM, meminta kesempatan kepada pimpinan Dewan untuk  bicara. Namun, ketika yang ingin disampaikan mengenai masalah sengketa tanah dan dianggap diluar konteks sidang, maka tidak dikabulkan.

Namun, saat pimpinan Dewan tidak merespons itu, Abubakar langsung berdiri dan maju menghampiri pimpinan Dewan. Pria ini marah dan meminta ada kepastian mengenai status tanah yang dikuasainya bersama keluarga seluas lima hektare.

Melihat sikap Abubakar itu, beberapa orang maju menghampirinya dan menggiringnya keluar ruang sidang. Namun, dia  tetap bersikeras, hingga diberi pengertian dan mulai tenang.

“Saya lakukan ini, karena aspirasi saya tidak juga direspons. Saya sudah menyampaikan kepada semua, namun tidak ada hasilnya. Makanya tadi saya emosi dan mendekati Ketua Dewan,” ujarnya.

PLT Sekda, Drs. Abdul Wahab, juga terlihat berbicara dengan Abubakar. Selanjutnya pria ini bersikap tenang. “Saya bersikap tadi, karena saya juga yakin tidak dipenjara. Yang penting tidak anarkis,”  katanya.

Anggota  Dewan dari daerah pemilihan (Dapil) IV, Abdul Natsir, S.Sos, mengatakan  konflik agraria ini harus disikapi serius. Ini bukan masalah kecil yang tidak menyimpan “bom waktu”. “Masalah konflik agraria ini bisa meledak sewaktu-waktu. Untuk itu saya meminta agar persoalan ini disikapi serius,” ujarnya.

Sebenarnya, kata dia, tidak sulit untuk mengetahui lahan-lahan yang dikuasai oleh Pemkab Bima. Setahunya, ada tiga buku induk mengenai posisi lahan, termasuk tukar- menukar dengan warga. “Jika buku induk itu sudah tidak ada lagi, maka menelusurinya dengan memanggil semua pejabat yang pernah di Bagian Umum, apakah yang sudah pensiun atau yang masih aktif,” ungkapnya.

Natsir mengaku, pernah menginvestigasi kasus ini dan disitulah diketahuinya ada tiga buku induk. Jika masalah ini ditelusuri, melalui orang-orang yang masih hidup, bukan tidak mungkin akan terkuak fakta lain mengenai lahan yang ada. (BE.16)

 

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait