Connect with us

Ketik yang Anda cari

Ekonomi

Investor Enggan ke Bima karena…

Bima, Bimakini.com.-Saat ini, masyarakat pelajar di Bima, masih lebih berorientasi pada pegawai negeri sipil (PNS). Ada ancaman besar bahwa pengangguran semakin banyak. Apalagi, tidak ada alternatif lain untuk menyerap tenaga kerja. Investor sebenarnya ingin masuk ke Bima, hanya saja daerah ini diangap tidak aman.

Hal itu dikatakan Kasubag Verifikasi Bagian Keuangan Setda Kabupaten Bima, Hariman, SE, M.Si, saat acara Diskusi APBD 2014; antara Prorakyat dan Birokrat yang dilaksanakan oleh Masyarakat untuk Transparansi Daerah (Mantanda) Bima di Caffe Falcao, Senin (3/3).

Padahal, kata dia, jika  ekonomi daerah berkembang, maka akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Pemeritah harus bisa menghadirkan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. “Hanya saja, syarat agar tumbuhnya investasi itu adalah keamanan daerah. Masalah yang besar di Bima adalah mengenai stabilitas,” ujarnya.

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Anggota DPRD Kabupaten Bima, Muhammad Aminurlah, SE, mengatakan diandingkan rasio penduduk, jumlah PNS di Kabupaten Bima sangat besar, yakni 10 ribu. Dibandingkan dengan Tanggerang, jumlah penduduknya 1 juta, namun jumlah PNS-nya sama. “Sementara kita di Bima, penduduknya sekitar 600 jiwa, tapi PNSnya lebih besar,” ungkapnya.

Selain itu, jumlah tenaga honor juga yang sangat besar, sehingga di APBD dialokasikan dana sampai Rp13 miliar per tahun untuk gaji. Jika sektor lainn ditumbuhkan, bisa menjadi solusi mengatasi masalah pengangguran.

Direktur LP2DER Bima, Ir. Bambang Yusuf, mengatakan semua kembali kepada kebijakan pemerintah dalam memajukan daerah. Ada banyak contoh daerah lain yang berhasil, meski kondisinya tidak lebih baik dari Bima. Namun, Kepala Daerah-nya memiliki itikad untuk menyejahterakan rakyat. (BE.16)

Iklan. Geser untuk terus membaca.

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait