Connect with us

Ketik yang Anda cari

Pemerintahan

Politik Anggaran Bergantung Kepala Daerah

Bima, Bimakini.com.-Politik anggaran daerah atau APBD akan sangat bergantung kepada Kepala Daerah. Apakah akan prorakyat atau sebaliknya. Untuk saat ini, APBD Kabupaten Bima banyak tersedot untuk gaji sekitar 10.000 pegawai. Belum lagi tenaga honor yang menyerap anggaran sampai Rp13 miliar per tahun.

Hal itu mengemuka dalam Diskusi APBD 2014: Antara Prorakyat dan Birokrat yang dilaksanakan oleh Masyarakat untuk Transparansi Daerah (Mantanda) Bima di Caffe Falcao, Senin (3/3).

Hadir sebagai narasumber, mantan Bupati Bima, Drs. H. Zainul Arifin, M.Si, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Bima, Muhammad Aminurlah, SE, Buyung Nasution, SS, dari LPMP Universitas Brawijaya sebagai mitra AIPD di Kabupaten Bima, serta Muslih, dari akademisi.  

Dalam penyusunan anggaran,  ada mekanismenya. Mulai dari tingkat masyarakat desa atau Musyawarah Perencanaan Anggaran (Musrenbang) Desa, Kecamatan hingga Kabupaten. Membedah atau menganalisis APBD  tidak bisa dilihat dari sampulnya saja, namun harus ada alat ukur yang jelas.

Mantan Bupati Bima, Drs. H. Zainul Arifin, M.Si, menguraikan bagaimana kebijakan anggaran. Termasuk menjelaskan mengenai  penentuan Dana Alokasi Umum (DAU) berdasarkan jumlah penduduk. “Sehingga masing-masing kepala itu ada haknya dalam APBD, tidak bisa kita mengatakan ketika yang mengajukan proposal itu datang mengemis, namun menuntut haknya,” ujarnya.

Bagaimana arah  kebijakan di Bima bisa lebih baik, kata Abuya–sapaan akrabnya– bergantung pada Bupati Bima, Drs. H Syafruddin HM. Nur, M.Pd. “Mari kita tuntut kebijakan Bupati Bima saat ini agar prorakyat,” ajaknya.

Muhammad Aminurlah, SE, mengatakan secara normatif proses perencanaan dimulai dari bawah. Hanya saja, di tengah jalan banyak muncul kebijakan aktif Kepala Daerah. Apa yang dibahas dari proses perencanaan sebelumnya, akhirnya banyak tidak terakomodir.

Dicontohkannya, di APBD 2014 muncul dana Festival Keraton. Dalam proses perencanaan anggaran, tidak muncul di RKPD dan KUA-PPAS. Namun, tiba-tiba muncul  pada RAPBD. Hal ini jelas menyalahi mekanisme perencanaan anggaran.

Pada sisi lain juga, kata dia, sulit menghasilkan APBD berkualitas karena   waktu pembahasan sangat singkat. Ditambah lagi keputusan anggaran tidak didasarkan pada kebenaran, namun suara terbanyak. “Tidak ada artinya kebenaran, jika suara terbanyak yang bicara,” ungkapnya.

Perubahan alokasi APBD 2014, kata dia, memungkinkan dilakukan, namun harus melalui mekanisme, yakni pada APBDP yang akan dibahas mulai Agustus mendatang. Untuk itu meminta semua elemen, termasuk masyarakat mengawasi dan mengontrolnya. “Yang perlu juga ditinjau adalah alokasi untuk kegiatan Sampela Mbojo mencapai 300 juta rupiah,” katanya.

Untuk itu, kata dia, mengharapkan perubahan kebijakan anggaran yang prorakyat bergantung pada keikhlasan Bupati Bima yang mengelola anggaran. Dukungan juga perlu diberikan kepada Bupati baru agar prorakyat.

Buyung Nasution dari LPMP Universitas Brawijaya, mengatakan besarnya aokasi untuk belanja aparatur di Kabupaten Bima tidak bisa dielakkan. Hal itu karena besarnya jumlah pegawai dan mereka harus tetap mendapat gaji.  

Hal ini diakibatkan anomo masyarakat Bima yang terlalu tinggi untuk menjadi PNS. Kecuali ke depan, tidak ada lagi  penerimaan CPNSD, kecuali yang benar-benar dibutuhkan. Dijelaskannya, dalam menganalisis APBD diperlukan alat ukur. Tidak sertamerta melihat dari posturnya, sehingga bisa mengambil kesimpulan kurang tepat.

Demikian juga ditegaskan oleh  Muslih. Arah APBD ditentukan oleh visi-misi Kepala Daerah. Visi misi dittetapkkan dalam RPJMD dan setiap tahun dijabarkan dalam RKPD, selanjutnya KUA-PPAS. Dalam menentukan kebijakan anggaran, harus melihat mana urusan wajib dan pilihan. (BE.16)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait