Kota Bima, Bimakini.com.- Bima masih dianggap sebagai zona merah, baik karena konflik sosial ataupun masalah terorisme. Namun, ada yang menyampaikan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, bisa menjadi percontohan daerah lain. Hal itu diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bima, Ir, Muhammad Rum saat membuka Sarasehan Regional Gerakan Pemuda Ansor Kota dan Kabupaten Bima, di Paruga Nae, Selasa (17/11/2015).
Apalagi, kata Rum, di Kota Bima sudah terbentuk Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB). Kenyataan sampai saat ini Kota Bima dianggap masih aman. “Terorisme memang menjadi ancaman serius bagi bangsa indonesia, tidak saja mengancam keselamatan warga, terorisme yang berakar darui ideologi radikalisme,” ujarnya.
Ditegaskannya, terorisme bukan kejahatan biasa, terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terkoordinir, dan memiliki agenda politik yang dapat mengancam keutuhan NKRI. Peran serta masyarakat yang hadir pada kempatan ini merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah tindakan terorisme oleh karena itu penanganan secara terpusat, terpadu dan terkoordinasi dengan melibatkan seluruh elemen bangsa.
Guru Besar Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA menjelaskan radikalisme merupakan perbuatan yang tidak konvensional, seperti membom dirinya. Jika dilakukan dengan cara dan alat-alat yang masih konvensional, maka tidak bisa dikatakan terorisme.
Terorisme sendiri, menurutnya, sudah ada sejak zaman dulu. Terorisme ini sering dikaitkan dengan agama, agama manapun seperti samawa, Islam, Kristen dan Protestan. Bahkan agama yang dianggap damai yaitu budha tetap saja dapat berbuat teror. “Setiap kelompok dari agama manapun tetap saja ada hal yang ingin membuat perubahan radikal dengan cara tidak konvensional,” terangnya.
Namun umumnya, kata Asyumardi, terorisme dan radikalime sering dikaitkan dengan Islam. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi faktor pandangan itu, seperti faktor politik dan sosial. “Kemudian terlibatnya aktor-aktor yang memiliki kepentingan kekuasaan dan itu bukan saja di Indonesia namun salah satunya di Mesir pun ada,” jelasnya.
Mantan Panglima Jihad Ambon, Jumu Suheni, yang menjadi pembicara saat itu membeberkan tentang siapa kelompok teroris dan ISIS di Indonesia. Bahkan beberapa tahanan yang diduga terlibat aksi terorisme diajaknya berdialog dan mereka akhirnya kembali dan menyatakan taubat. “Ini karena salahan mereka memahami Islam sendiri, justru tindakan mereka bertentangan dengan dalil-dalil,” ungkapnya.
Diantara fatwa yang dikeluarkan MUI mengenai terorisme, kata Ketua MUI Kabupaten Bima, H Abdurrahim Haris, MA adalah tidak boleh mudah mengkafirkan orang lain. Peran yang paling utama untuk meredam berkembangnya faham radikalisme dan terorisme adalah keluarga.
Sementara itu, Dirbinmas Polda NTB, Kombes Pol. Suwarto, SH, MH., menilai banyak anak muda yang terlibat di dalam kelompok terorisme. Di NTB sendiri sudah terlihat dan terdata siapa yang terlibat. “Pendekatan persuasif pernah kami lakukan salah satunya di Penatoi, Kapolda dan perwira sampai bermalam disana, karena kami ingin berempati, mereka juga masih saudara kita,” ujarnya.
Meski pada kenyataannya, kata dia, tidak mudah. Diceritakannya, pernah azan dan iqomat dan Ketua MUI sebagai Imam. Namun ada yang membentuk shaf shalat sendiri. Ruang dialog dinilainya harus terus ditingkatkan sebagai tindakan pencegahan. (BE.25)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
