Tramadol! Lagi-lagi kita dikejutkan oleh pil setan ini. Pil yang mampu membawa suasana pikiran peminumnya dalam kenikmatan sesaat. Pikiran mengawang liar. Bahkan, kerap memicu kegaduhan sosial. Di Dana Mbojo, pil ini tidaklah barang asing. Sudah familiar di kalangan pelajar dan mahasiswa. Kasus di Ambalawi, ada sejumlah pelajar mabuk di halaman sekolah setelah pil itu bereaksi.
Pil ini berbahaya, seharusnya untuk penahan rasa sakit setelah menjalani operasi bedah. Dampak Tramadol di antaranya ngantuk, pusing, dan mual. Jika berlebihan dapat merusak gangguan pada ginjal dan merusak susunan saraf pusat.
Nah, butiran pil neraka ini terbungkus rapi dalam tujuh dus dan disita aparat Satuan Reserse Narkoba Polres Bima Kota sekitar pukul 13.39 WITA, Rabu (17/08) lalu. Disita dari pengusaha ekspedisi di wilayah Kota Bima. Belum ada penjelasan memadai mengenai siapa yang memasoknya dan kemana arah segmen pasarannya. Seperti kasus lainnya, edisi tujuh dus Tramadol ini juga harus diungkap secara terbuka agar publik mengetahuinya.
Pengungkapan peredaran Tramadol itu harus segera diusut tuntas. Apalagi momentumnya pada 17 Agustus. Saat masyarakat Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun ke-71 Kemerdekaan RI. Saat kita ingin ‘memerdekakan diri’ dari hal-hal yang merusak nilai dan semangat juang para pahlawan bangsa. Sengaja diedarkan pada momentum bersejarah, sangat memilukan. Seolah membuka front terbuka dan perlawanan serius terhadap keinginan bersama membangun masyarakat yang sehat dan berkarakter.
Sejatinya, mereka-lah yang harus dihukum berat–sama seperti kasus korupsi, Narkoba, dan radikalisme. Masalahnya, mereka menebar teror serius yang menghentak harmonisasi dan mengoyak luka sosial. Teror Tramadol edisi 17 Agustus ini mendesak diusut, karena menebar ketidaknyamanan publik, terutama para orang tua. (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.