Idul Adha dirayakan umat Islam seluruh dunia dalam suasana aman dan lancar. Umat Islam menggemakan takbir, tahmid, dan tahlil mengumandangkan kebesaran Allah. Di mana-mana, khatib shalat Idul Adha menyampaikan pesan agar memaknai utuh peristiwa yang melibatkan Nabiyullah Ibrahim, Siti Hajar, dan bocah Ismail.
Ya, suatu cerita heroik yang menampilkan bentuk kepasrahan hamba terhadap perintah Allah. Ketiganya terbalut dalam nafas keimanan yang menjadi teladan bagi generasi Muslim hari ini hingga akhir zaman nanti.
Dalam konteks Bima dan Dompu, apa makna Idul Adha bagi kita hari ini? Sosok Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail telah mengajarkan bagaimana mendahulukan perintah Allah di atas segalanya. Bahkan, hingga harus menyerahkan leher sekalipun. Namun, itu semua hanya ujian keimanan sejauhmana keikhlasan mematri dalam jiwa mereka. Ya, pemaknaan semangat peristiwa berqurban harus terus digali untuk memantapkan kualitas keimanan dan penyerahan diri.
Poin penting adalah bagaimana Hajar yang susah payah berlari hingga mendapatkan air. Mencerminkan bahwa tidak ada sesuatu yang hadir tanpa diusahakan. Manusia wajib ikhtiar, meski Allah yang Mahamenentukan. Kecintaan Ibrahim terhadap Ismail yang kemudian diekspresikan melalui keberanian menyiapkan prosesi penyembelihan, merupakan wujud kecintaan kepada perintah Allah di atas segala kepemilikan sesuatu. Di sinilah kredibilitas keimanan seseorang diuji. Jika itu dipahami, maka seseorang akan merasa takut mencuri, berbuat jahat, maupun bertindak korup.
Pada konteks sosial Bima-Mbojo, banyaknya kasus Curanmor, Miras, penjambretan, dan penganiayaan menunjukkan bahwa karakter Ismail tidak hadir dalam diri sebagian remaja/pemuda hari ini. Mereka malah sigap merampas barang orang lain di tengah jalanan, menebas korban tanpa rasa kemanusiaan di berbagai tempat, bahkan menabur ketidaknyamanan di pusaran sosial. Adakah sosok-sosok ‘Ismail’ Mbojo yang mampu memaknai pesan simbol Idul Adha kali ini? ‘Ismail’ Mbojo berkekuatan iman mantap, yang apabila diseru untuk memenuhi perintah Allah, maka lehernya pun siap dipenggal?
Gugatan lainnya, adakah karakter kesejarahan agung Ismail itu diresapi oleh remaja Mbojo hari ini, yang mampu memberikan jawaban mantap ketika pesan agama harus ditunaikan? Adakah barisan sosok ‘Ismail-Ismail’ Mbojo yang seperti itu? Atau kisah ketegaran bocah Ismail ini hanya menjadi lembaran usang yang tanpa makna? Mari memaknai inti kedalaman pesan Idul Adha… (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.