Umat Islam (Bima-Dompu) kembali disapa oleh Idul Adha Senin nanti. Berbagai persiapan hewan qurban dilakukan. Bahkan, ternak sapi berseliweran dikirim keluar daerah. Jumlahnya meningkat drastis dari hari biasanya. Rutinitas shalat Id dan penyembelihan hewan yang berulang setiap tahun. Lalu apa pesan moral dan maknanya untuk diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari?
Banyak ulama yang mencoba membaca arti, makna, dan hakikat Idul Adha. Banyak yang menyuguhkan tafsirnya untuk menjadi satu nilai pembelajaran bagi kehidupan. Lazimnya ujung dari penafsiran itu adalah berqurban sebagai ekspresi keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
Pencetus teori aktualisasi syariat (dalam Hukum Islam Progresif, 2014), Lismanto, menyatakan tradisi qurban dalam Idul Adha memiliki dua dimensi. Pertama, makna qurban memiliki dimensi ibadah-spiritual. Kedua, makna qurban punya dimensi sosial. Dimensi ibadah dalam tradisi qurban, sudah jelas menjadi bentuk ketaatan hamba kepada Allah. Ketaatan itu harus dilandasi rasa ikhlas sepenuhnya, sehingga menjadi dekat dengan Allah. Hal inilah yang dimaksud qurban dalam pengertian ibadah, yakni qarib.
Pada dimensi sosial, bisa dibaca dengan kasat mata memberikan kesejahteraan kepada lingkungan sosial berupa daging yang notabene hanya bisa dijangkau kalangan elit. Melalui qurban dari perspektif sosial, ini menjadi bagian dari ketakwaan kepada Allah secara horizontal. Dalam bahasa lain, Allah selalu memerintah hamba-Nya agar selalu mengharmonisasikan antara ibadah vertikal (hablum minallah) dan ibadah horizontal (hablum minannas). Keduanya berjalan beriringan tanpa ada sekat dan harus senantiasa berdialektika. Jadi arti qurban memiliki dua makna, merujuk pada kata qarib yang identik pada ibadah vertikal dan merujuk pada makna kata udhhiyah atau dhahiyyah yang dilekatkan pada ibadah horizontal.
Ada juga yang memaknai bahwa kita harus ikhlas dalam menjalankan cobaan Allah. Saat kita “disembelih” Allah, maka ikhlaslah dan bertawakalah, sehingga melalui keikhlasan itu kita akan mendapatkan “domba” sebagai penggantinya. Penyembelihan hewan juga merupakan simbol dari keharusan menyembelih sifat kebinatangan manusia yang seringkali menggoda dan menggelincirkan ke jalan syaitan. Apapun sudut pemaknaannya, mari kita mengambil hikmah dari Idul Adha ini dan mem-breakdown-kannya dalam aplikasi kehidupan.
Di tengah lapangan riil kehidupan, kita ditantang untuk selalu ikhlas, berkorban, dan berusaha taqarub ilallah. Demikian juga di dataran Mbojo dan Dompu. Pada berbagai lapangan pengabdian, makna qurban ini sejatinya mampu diaplikasikan sebagai modal penopang karakter diri pribadi, selanjutnya memberi warna bagi lingkungan keluarga dan sosial. Lugasnya, kesalehan pribadi yang dilanjutkan dengan kesalehan sosial.
Mari ber-Idul Adha dalam pemaknaan seutuhnya…(*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.