Connect with us

Ketik yang Anda cari

Pendidikan

Puisi ‘Guru Itu Melawan’ Jeritan Indah para Pendidik

Naras sumber dan penulis buku saat peluncuran buku "Guru itu Melawan"

Eko Prasetyo (dua dari kiri) saat menjadi narasumber dalam peluncuran buku “Guru itu Melawan”

Bima, Bimakini.- Penulis Buku, Eko Prasetio, terkejut membaca buku ‘Guru Itu Melawan’ karya Eka Ilham, MSi. Buku yang berisi suara yang lantang dan kritis para pendidik. Menyoal tentang pendidikan yang ruwet dan bermasalah.

Isu buku itu menyatakan banyak hal yang selama ini tampaknya ingin diredam. Yakni  tentang program sertifikasi, guru honorer hingga Indonesia Mengajar.

Dikatakannya, potret itu begitu buram, sehingga  dibayang-bayangi oleh banyak kemelut yang tidak mudah diselesaikan. Terasa jujur karena ini adalah para pendidik yang hidup dengan gaji terbatas,  tetapi dengan tanggung jawab tanpa batas.  Maka suara puisi ini menggigit, sekaligus meneror. Baitnya saja membuatnya kadang tidak nyaman duduk.

“Tahukah kalian berapa kami dapatkan untuk imbalan mengabdi ini, untuk sebungkus nasi pun kami harus bekerja bukan sebagai abdi negara, tapi sebagai tukang ojek, buruh tani. Bahkan kami harus menjadi bagian dari pengerah massa untuk kemenangan tuan-tuan yang berduit,” ujarnya di Palibelo beberapa waktu lalu.

Menurutnya, ini fakta yang menyakitkan tentang nasib guru. Gajinya tidak cukup untuk hidup layak dan harus memertaruhkan kehormatan guna memenuhi kebutuhan. Tidak hanya itu, kerapkali jadi ‘kaki tangan’ para politisi yang mau mengumpulkan suara. Sepertinya profesi ini dibuat bukan untuk membuat siswa pintar, tetapi untuk memberi tentang ketidakpedulian.

Kata Eko, paras sesat itu yang membuat pendidikan berjalan seperti di alam buta, selalu berubah-ubah dan tidak pernah mampu membahagiakan siswanya. Maka puisi ini, seperti jeritan luka yang mengorek apa yang selama ini telah lama dipendam. Para pendidik yang disakiti, dianiaya, dan dibiarkan tenggelam dalam kesengsaraan.

“Dear Tuan Presiden dana beasiswa itu seharusnya untuk anak didik kami, Kepala Sekolah terpaksa membayarkan gaji kami dengan beasiswa miskin tidak seberapa kami guru terpencil dapatkan cukup menjadi penjanggal perut kami, mungkin ini sebuah ketidakadilan bagi kami. Kami bukan Pegawai Negeri Sipil, kami hanya guru sukarela yang berada di daerah terpencil, kami hanya mengabdi dengan semangat agar suatu saat nanti diangkat Pegawai Negeri Sipil,” kutipnya dalam puisi itu.

Katanya, mereka menuntut pada sosok yang disebut Tuan Presiden, sebutan yang sarat sindiran dan sedikit jenaka. Tuan Presiden sebutan yang cocok pada iklim feodal ketimbang demokrasi. Tidak hanya Tuan Presiden, tetapi juga tuan kepala yang gaji pakai beasiswa miskin. Mungkin karena mereka sukarelawan dibayarlah dengan tarif kerelaan, berbeda jauh jika menjadi pegawai negeri yang selalu dapat tunjangan  dan gaji yang layak dengan mereka yang dapat upah seadanya.

“Upah telah membuat ketimpangan yang menyakitkan dan suara pedih ini membawa kita dalam ruangan yang kelam. Ruang dimana pendidikan telah disalahgunakan untuk memenuhi selera para pemilik uang,” sorotnya.

Dikatannya juga, mereka yang terbiasa diam ketika kurikulum baru diterapkan, pasrah atas ketentuan pendidikan yang berubah-ubah dan tidak banyak sangsi pada apa yang mereka ajarkan. Sedari awal memang tampaknya kebijakan guru diarahkan bukan untuk ‘memotivasi’ menjadi pendidik tapi ‘meneguhkan peran sebagai penyampai misi. “Mirip dengan pipa, guru-guru hanya menjadi penyalur kepentingan yang ada di luar dirinya, penerbit yang mau bukunya laku, pemerintah yang ingin kekuasaannya lestari dan orang tua yang mau anaknya sukses,” ujarnya.

Menurutnya, puisi ini ingin  mengembalikan peran sebagai seorang pendidik. Bukan diam melihat ketidakadilan dan tidak begitu saja mudah percaya terhadap janji yang diedarkan. Maka perannya serupa api memanaskan kesadaran siswa untuk memahami apa itu kebenaran. Sekaligus menerangkan jalan kepada siswa tentang indahnya belajar.

“Itu sebabnya puisi ini ingin meneguhkan posisi. Kalau guru bukan ranting yang ada dalam pohon kekuasaan serta tidak jadi payung kalau keadaan sosial terancam. Selamanya guru adalah pendidik, memberikan inspirasi pada anak didik untuk jadi yang terbaik dan memberi ruang yang luas bagi anak didik untuk meniupkan ide-idenya,” katanya.

Katanya, selama guru bisa menyalakan api semangat itu, maka pendidikan yang kusam akan tetap membawa rasa optimis. Optimis kalau memang pendidikan itu, apapun tujuannya, tetap berhamba pada akal sehat dan merawat kesadaran kritis. Akal sehat akan menjadi pendidikan tetap memiliki logika pengetahuan dan kesadaran kritis akan membawa pendidikan dalam semangat tidak mudah percaya begitu saja.

“Barangkali karena itu pendidikan itu harus mengentaskan guru terlebih dahulu,” ujarnya.

Katanya pula, Bukan saja kesehjahteraannya, tetapi kepasrahannya untuk menerima keadaan. Puisi yang terkumpul ini seperti ucapan doa bahwa guru tidak bisa seperti ini, mesti ada yang diubah dan berubah. Pada tepi harapan seperti inilah buku ini menawarkan  simpul indah dan kadangkala mengejutkan.

“Mungkin memang itulah guru mengajari kita untuk tahu kepalsuan dan mengajari kita bagaimana melawannya,” tuturnya. (BK34)

Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.

Click to comment
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari komentar bermuatan pelecehan, intimidasi, dan SARA.

Berita Terkait

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Serikat Guru Indonesia (SGI) Bima menjalin kerja sama dengan penerbit SMI Yogyakarta untuk menerbitkan buku tulisan best practice guru. Pada 7 Februari...

Opini

Oleh: Eka Ilham, M.Si *)   RENDAHNYA alokasi anggaran pendidikan yang disediakan pemerintah negara berkembang, menjadi salah satu alasan klasik rendahnya daya dukung penyelenggaraan...

Opini

Oleh: Eka Ilham.M.Si *)   WACANA mengenai politik pendidikan di Indonesia terbilang cukup asing di kalangan masyarakat awam, bahkan perbincangan mengenai hal ini dianggap...

Opini

Oleh: Eka Ilham., M.Si *)   DI penghujung tahun di awal November ini, pemerintah Kabupaten Bima melaksanakan test  calon kepala sekolah (Cakep). Jumlah pesertanya...

Pendidikan

Bima, Bimakini.- Anggaran untuk gaji guru PTT program Bima Mengajar, sampai saat ini belum masuk ke kas Bidang KPMP Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah...