Kota Bima, Bimakini.- Budaya daerah merupakan identitas yang membedakan daerah tersebut dengan yang lain. Setiap daerah di Indonesia memiliki identitas sesuai keunikan, sifat, ciri-ciri, dan karakter. Begitu pula halnya Kota Bima. Lalu bagaimana upaya melestarikannya?
Wakil Wali Kota Bima, H A Rahman H Abidin, SE, mengapresiasi berbagai agenda kegiatan yang dilaksanakan Forum Komunikasi Kasabua Ade (FOKKA) Jakarta. Pelestarian budaya daerah melalui kegiatan positif perlu terus ditingkatkan.
Bahkan, saat perayaan HUT ke-14 Kota Bima April lalu mewajibkan para pegawai negeri dan swasta memakai rimpu. Tahun berikutnya kegiatan HUT Kota Bima akan lebih menonjolkan nilai budaya Bima. Tujuannya sebagai memotivasi bagi generasi muda agar lebih mengenal dan mencintai kebudayaan Bima.
Diingatkannya, kepunahan tersebut disebabkan karena budaya-budaya yang ada tidak dilestarikan dan jarang ditampilkan. “Padahal, budaya yang ada merupakan kekayaan bangsa yang mampu membawa ke arah kehidupan positif dan tak kalah menariknya dengan budaya modern,” jelas Wawali saat menerima kunjungan FOKKA Jakarta, Kamis (15/09) lalu di ruang kerjanya.
FOKKA Jakarta dibentuk tahun 2007 silam dan beranggotakan para perantau Kota Bima yang berdomisili di Jakarta. Forum ini bergerak pada bidang kebudayaan, kemanusiaan, dan pendidikan.
Sekretaris FOKKA, Subhan,dan rombongan bersilaturrahim dengan Pemerintah Kota Bima untuk menyampaikan beberapa agenda kegiatan yang akan dilaksanakan. Yakni pentas seni Bima dan Pawai Rimpu di Citra Raya Tangerang. Target peserta pawai sebanyak 3.000 orang, sekaligus untuk rekor MURI.
Rimpu merupakan budaya dalam dimensi busana pada masyarakat Bima (Dou Mbojo). Budaya rimpu telah hidup dan berkembang sejak masyarakat Bima ada. Rimpu merupakan cara berbusana yang mengandung nilai-nilai khas yang sejalan dengan kondisi daerah yang bernuansa Islam (Kesultanan atau Kerajaan Islam).
Rimpu adalah cara berbusana masyarakat Bima yang menggunakan sarung khas Bima. Rimpu ini adalah pakaian kaum perempuan, sedangkan kaum lelakinya memakai “katente” atau menggulungkan sarung di pinggang). (BK32)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.