
Ratusan mahasiswa STKIP Taman Siswa aksi menyorot dugaan pungli dan ppenggelapan di kampus.
Bima, Bimakini. – Ratusan mahasiswa STKIP Taman Siswa Bima menggelar aksi di kampus setempat Senin (17/10/2016). Mereka menyorot dugaan pungutan liar (pungli) terstruktul di lembaga pendidikan beralmamater merah itu. Mereka juga menuding pihak kampus menggelapkan dana pembangunan fasilitas perkuliahan.
Koordinator Aksi, Danil, menyampaikan Dana DPP dari Kopertis sejak 2012 hingga 2016 tidak terlihat realisasi fisiknya. “Selain bantuan dana DPP dari Kopertis, dana pembangunan dipungut dari mahasiswa selama ini dikemanakan, pasalnya pembangunan gedung baru tidak ada, kami menduga pihak lembaga memperkaya segelintir keluarga yayasan saja,” tudingnya.
Selain itu, mereka menuntut transparansi informasi akreditasi dua jurusan, yaitu PGSD dan TIK. Selama ini pihak kampus tidak siap dikritisi kinerja. “Tidak pernah memberikan bukti berupa hitam di atas putih soal akreditasi dua jurusan tersebut,” ujar Danil.
Bahkan, kata dia, pimpinan kampus tidak bisa membuktikan tentang status dua jurusan tersebut. Inormasi yang diperoleh mahasiswa dari Kopertis, masih ijin operasional.
Soal dugaan pungli, kata dia, dewan pembina mahasiswa PPL telah menarim uang Rp 50 ribu per mahasiswa PLL setiap jurusan. Anehnya, pihak kampus tidak mampu mempertanggung jawabkan rekomendasi PLL reguler dan terpadu. “Berdasarkan hasil keputusan rapat, PPL terpadu maksimal waktu dua bulan, kemudian reguler selama tiga bulan, tapi kenapa pihak kampus menarik mahasiswa secara bersamaan dalam waktu dua bulan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua STKIP Taman Siswa Bima, Dr. Ibnu Khaldul, M.Si didampingi Ketua Dewan pembina, Drs. H. Sudirman, Msi, meminta mahasiswa santun dan beradab dalam menyampaikan aspirasi. “Kita masih muda dan sebagai aset daerah, jadi jangan cederai tindakan dengan perbuatan provokasi,” tukassnya.
Menyoal akreditasi dua jurusan, Ibnu menyarankan mengecek di-web kopertis, sebagai bentuk transparansi. Mengenai dana DPP dan pembangunan infrastruktur, karena tiga tahun terakhir jumlah mahasiswa berkurang, tidak mungkin bangun gedung, sementara jumlah mahasiswa semakin berkurang.
Ibnu mengakui, penarikan uang sebanyak Rp 50 ribu per mahasiswa PPL, namun itu untuk pembayaran jurnal. Uang itu bisa dikembalikan, namun jurnal sudah telanjur dicetak. “Kalau ada yang berani pungli, maka semua dosen akan dievaluasi secara keseluruhan,” katanya.
Pantauan Bimakini, belum selesai Ibnu Khaldum memberikan penjelasan soal tuntutan mahasiswa, suasana tiba – tiba gaduh. Mahasiswa merasa terusik dengan keberadaan pihak kepolisian berpakian preman.
Keberadaan beberapa polisi di lapangan menjadi pusat perhatian mahasiswa, beberapa mahasiswa sempat mendatangi polisi. Karena tidak ingin terjadi keributan, anggota polisi itupun langsung meninggalkan kampus. Namun saat meninggalkan kampus, anggota polisi nyaris dilempari batu oleh beberapa mahasiswa. Beruntung Satpan Kampus cepat menahan mahasiswa yang sudah memegang batu. (BK34)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.
