Ada momentum menarik saat acara Pembinaan Guru Sekolah Dasar/Sekolah Luar Biasa/Madrasah Ibtidaiyah di Lengge Nae Wawo, Rabu (02/11) lalu. Wakil Bupati (Wabup) Bima, H Dahlan, menyentil keterlambatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Bima, H Abdul Wahab, hadir di lokasi. Wahab nongol belakangan ketika acara berlangsung. Wabup pun menyapa ringan dan datar, namun menghentak suasana. Meski baru pukul 10.00 WITA, namun “Selamat sore Kepala BKD…” diucapkannya. Jelas saja itu sindiran halus berjuta makna.
Ya, posisi Wahab sebagai pemimpin urusan administrasi kepegawaian dan mantan Asisten I Setda, seolah menemukan momentum bagi Wabup untuk menjadikannya referensi bahan pidato. Suatu kepekaan situasional yang biasanya mampu ditemukan oleh mereka yang berpengalaman. Wabup mendemonstrasikannya di Wawo. Suatu titik menarik untuk bahan renungan sisi kedisiplinan aparatur.
Gejala terlambat pada suatu acara memang telah lama menjadi ‘budaya’ di sekitar kita. Masyarakat Indonesia terjangkit kebiasaan buruk itu. Terjadi massifitas ketidakdisiplinan yang melekat kuat dalam praktik keseharian. Butuh kerja keras untuk mengubahnya. Jadi, ini tidak hanya soal Wahab. Bisa jadi Wahab memiliki jadwal lain yang tidak bisa ditinggalkannya, sehingga memaksanya terlambat. Dia hanya ketiban momentum dijadikan bahan referensi.
Tentu saja ini bukan forum ‘mem-bully’ Wahab. Tetapi, hanya satu contoh untuk jajaran pendidikan, bahwa kedisiplinan merupakan pintu masuk untuk keberhasilan. Bagaimana suasana birokrasi Kabupaten Bima menemukan performa apiknya pada semua dimensi. Sejauh yang bisa diamati, aparat TNI/Polri yang mampu mengawetkan level kedisiplinannya. Pada elemen lain, harus diakui, masih terseok-seok.
Sindiran Wabup itu menjadi bahan berharga bagi kalangan pendidik dan pejabat. Bagaimana agar kebiasaan buruk itu tidak dianggap biasa-biasa saja. Itu masalah krusial dan efek dominonya sangat luas merambat. Apa jadinya siswa jika guru dan Kepala Sekolah terbiasa terlambat ke sekolah. Apa jadinya aparatur jika pimpinan unit kerja hadir ‘kesiangan dan kesorean’.
Aspek keteladanan pemimpin itu perlu untuk menjadi semacam etalase yang dilihat dan dicontohi masyarakat. Satu contoh perbuatan, jauh lebih bermakna ketimbang seribu kata-kata. Dari kejadian itu, paling tidak akan ada shock terapy bagi para pejabat agar tidak bersantai-santai ketika ada Wabup hadir pada suatu acara. Semoga tidak ada lagi terucap kata ‘selamat sore’ pada dimensi waktu yang sebenarnya masihlah pagi. Atau ‘selamat malam’ ketika siang saat terik mentari menyengat tubuh… (*)
Ikuti berita terkini dari Bimakini di Google News, klik di sini.